SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Jumat, 01 Desember 2023

Lintasan Politik MAQBUL HALIM

Maqbul Halim


  • Lahir: BELAWA - WAJO: 02 Februari 1972
  • Staf Khusus Pemerintah Kota Makassar (2022-2024)
  • Sekretaris DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sulsel (2023-sekarang)
  • Pengurus PDK KOSGORO 1957 Provinsi Sulsel (2021-sekarang)
  • Mantan Ketua MASIKA (Pemuda) ICMI Sulsel (2005-2010)
  • Anggota Majelis Pengurus ICMI Orwil Sulsel (2017-2022 dan 2023-Sekarang)
  • Mantan Komisioner KPU Kota Makassar (2003-2008)
  • HMI Cabang Makassar dan KAHMI Sulsel (Sejak 1995)
  • IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) (Sejak 1985)
  • SARJANA KOMUNIKASI FISIP - UNHAS (Angkatan 1992)
  • Alumni KOSMIK UNHAS (1999)
  • Koran Kampus IDENTITAS UNHAS (Sejak 1994)
  • Komisaris PT GMTD Tbk - Tanjung Bunga Makassar (Sejak 2021)
Selengkapnya >>

Sabtu, 04 November 2023

Kebesaran PDIP dan Kekecilan Jokowi

Oleh Maqbul Halim



Narasi yang populer akhir-akhir ini adalah kehebatan PDI Perjuangan (PDIP) dan Joko Widodo (Jokowi). Dua entitas ini lalu bergeser dari satu kesatu-paduan menjadi dua kutub yang terpisah, bertentangan. Banyak perbincangan mengenai dua entitas yang sedang konfrontatif saat ini. Asumsi utamanya, Jokowi tidak ada apa-apanya jika tidak ada PDIP. 


Akun X (twitter) @hasyimmah dengan nama Hasyim Muhammad melontarkan pertanyaan, betulkah Jokowi berutang pada PDIP? Jawaban Hasyim sendiri mengatakan TIDAK. Pertanyaan dan jawaban ini adalah respon atas narasi framing dari kalangan PDIP bahwa Jokowi itu tidak ada apa-apanya. PDIPlah yang membuat Jokowi jadi walikota, jadi gubernur, jadi presiden. 


Hasyim mengajukan narasi tandingan. Begini mas, kata Hasyim, di Solo itu ada ratusan tukang mebel. Tolong ambil satu tukang mebel lagi dan jadikan presiden kalau memang itu karena kehebatan PDIP. Mungkin Hasyim setuju jika dikatakan, tukang mebel itu jadi walikota Solo saja, terlalu tinggi jika langsung dijadikan presiden. 


Ada lagi yang lain soal pidato Megawati yang sudah banyak disimak di media sosial, mengatakan bahwa tanpa PDIP, Jokowi tidak bisa apa-apa (kasihan Jokowi). Jawabannya adalah, bahwa sudah tiga kali Megawati dicapreskan oleh PDIP dan ketiga kali itu pula gagal. 


Kali pertama adalah pemilihan presiden oleh anggota MPR/DPR pada tahun 1999. Waktu itu, PDIP menjadi pemenang Pemilu 1999, mengalahkan Partai Golkar. Saat pencoblosan oleh anggota MPR, Megawati kalah dari Gus Dur yang didukung oleh partai pendatang baru, Partai PKB.  


Kali kedua adalah Pemilu Presiden 2004. Megawati maju berpasangan dengan mantan Ketua PB NU Hasyim Muzadi, diusung oleh PDIP. Megawati-Hasyim dikalahkan di putaran kedua oleh Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Jusuf Kalla, dan diusung oleh Partai Demokrat. Pada Pemilu Pilpres 2004 ini, Megawati masih menjabat presiden RI, menggantikan Gus Dur yang dilengserkan oleh MPR. 


Kali ketiga adalah Pemilu Presiden 2009. Megawati berpasangan dengan Prabowo Subiyanto, diusung oleh PDIP dan Partai Gerindra. SBY yang berpasangan Budiono menang satu putaran mengalahkan Mega-Prabowo. Pengusung utama SBY adalah Partai Demokrat, partai pendatang baru. 


Jadi, tiga kali Megawati diusung PDIP, tiga kali kalah. Dalam tiga kasus ini, PDIP tidak dapat disebut penentu kemenangan, sekaligus juga bahwa belum tentu penentu kekalahan. 


Beberapa akun akun sosmed yang tidak bersimpati kepada PDIP dan Megawati berkomentar. Mereka bilang bahwa untung ada Jokowi sehingga PDIP bisa memenangi Pilpres dua kali berturut-turut, Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Bahkan, ujar mereka, PDIP juga ikut mendapatkan efek ekor jas dari pencapresan Jokowi. PDIP menjadi pemenang Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.


Jelang Pemilu Presiden 2024, PDIP telah mencoba meng-endorse Puan Maharani, Ketua DPP PDIP dan anak Megawati Ketua Umum PDIP, untuk berlaga pada Pemilu Pilpres 2024. Pada saat yang sama, Kader PDIP Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah juga sedang menjadi primadona bakal capres di luar PDIP. Selama kurang lebih setahun, hasil olahan PDIP untuk Puan tidak maksimal. Elektabilitasnya tidak pernah tembus tiga persen, sementara Ganjar moncer di atas 22 persen. 


Tesis sementaranya ada dua. Pertama, Puan Maharani didorong oleh PDIP. Sementara Ganjar didorong oleh Jokowi. Sejak awal, PDIP menggandeng Puan dan Jokowi menggandeng Ganjar. Rivalitas PDIP dan Jokowi sudah dimulai di sini. Saat elektabilitas Puan jalan di tempat pada angka kurang dari tiga persen, Jokowi umumkan Ganjar sebagai capresnya yang dibungkus dengan ciri berambut putih. Apa yang terjadi setelah itu? PDIP tinggalkan puan dan merebut Ganjar yang sedang dipersiapkan oleh Jokowi. 


Jadi, PDIP bukan faktor pada Pemilu Pilpres. Yang menjadi faktor adalah sosok atau figur. Itulah yang terjadi pada figur Gus Dur, SBY, Jokowi, dan Ganjar. PDIP telah calonkan Megawati sebanyak tiga kali, dan tiga kali tak ada yang menang. Sebaliknya, begitu mencalonkan Jokowi yang bukan siapa-siapa, barulah PDIP menikmati dua kali kemenangan di Pilpres.


Jadi, pihak mana yang harus berterima kasih, Jokowi atau PDIP? Tahun 2024 menunggu, apakah PDIP bisa menangkan Ganjar! []


Makassar, 4 Nopember 2023

Selengkapnya >>

Jumat, 01 September 2023

Maqbul Halim Sebut Pilkada Serentak November 2024 Bisa Sulitkan Keluarga Jokowi

Ari Maryadi



TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Praktisi netisen asal Makassar, Maqbul Halim, menilai wacana percepatan Pilkada 2024 berpeluang menguntung keluarga Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Sebaliknya, Maqbul Halim menilai gelalan pilkada serentak pada 27 November 2024 bisa menyulitkan keluarga Jokowi di arena.

Hal itu disampaikan Maqbul Halim dalam cuitan di Twitternya menanggapi wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September.

Maqbul Halim mengatakan, jika Pilkada digelar pada November 2024, Jokowisudah bukan presiden.

"Itu menyulitkan kesuksesan keluarga Pak Jokowi yang ikut pilkada 2024," kata Maqbul melalui cuitannya di Twitter.

Hal berbeda jika pilkada serentak digelar pada September 2024.

Jokowi masih menjabat Presiden.

"Karena itu, rasional jika Pilkada digelar sebelum presiden baru dilantik. Presiden Mempertanyakan Urgensi Perppu Pilkada," kata Maqbul Halim.

Sebelumnya berkembang wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September.

Dilansir dari Harian Kompas, Senin (28/8/2023), Ketua Kelompok Fraksi PDI-P DPR RI, Arif Wibowo mengakui bahwa Komisi II DPR RI telah memperoleh paparan dari pemerintah terkait draf perppu percepatan pilkada.

Secara umum, pilkada akan maju ke September 2024 dan pemungutan suaranya digelar dua tahap, yaitu pada 7 dan 24 September 2024.

Kemudian, kepala daerah terpilih akan dilantik pada akhir 2024.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin menilai bahwa wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September menimbulkan prasangka.

"Perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang (DPR dan pemerintah)," ujar Yanuar dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (30/8/2023).

"Perubahan ini akan terkesan dipaksakan karena berlangsung di tengah berjalannya tahapan pemilu (pemilihan umum)," katanya lagi.

Oleh karena itu, Yanuar menegaskan bahwa wacana ini harus dikaji lebih mendalam.

Menurutnya, energi politik sebaiknya difokuskan untuk mensukseskan tahapan yang sedang berjalan agar pelaksanaan pemilu pada Februari 2024 tidak mengalami goncangan.

Apalagi, sejak tahapan Pemilu 2024 dimulai pada Juni 2022, sudah amat banyak isu panas yang menerpa kesiapan penyelenggaraan pemilu dan membuat situasi politik sedikit memanas.

Isu-isu itu meliputi wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa bakti presiden menjadi tiga periode, serta pengambilalihan kewenangan penataan dapil (daerah pemilihan) dari pembuat undang-undang ke penyelenggara pemilu.

Kemudian, debat sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, hingga mempersoalkan umur calon presiden yang kini tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kini, disodorkan debat baru tentang perubahan jadwal pilkada serentak. Tidak tertutup kemungkinan masih ada lagi isu lainnya yang masih disimpan untuk dikeluarkan pada waktu berikutnya," ujar Yanuar.

Ia lantas mempertanyakan alasan wacana percepatan Pilkada baru diumbar saat ini, ketika tahapan Pemilu 2024 semakin penting dan padat serta konstelasi politik mulai mencapai klimaks.

Padahal, pelaksanaan Pilkada pada November 2024 merupakan amanat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang batal direvisi oleh pemerintah dan DPR pada 2021 lalu.

"Seandainya perubahan jadwal ini dilakukan beberapa bulan sebelumnya, yakni saat membahas jadwal Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2024, suasananya pastilah lebih kondusif. Secara psikologis tidak akan menimbulkan prasangka karena jadwal pilkada serentak ditetapkan bersama dengan jadwal pemilu," kata Yanuar.

"Tentu wajar bila muncul pertanyaan. Kenapa wacana ini baru disodorkan sekarang, dan bukannya jauh-jauh hari saat jadwal Pemilu 2024 belum diputuskan?" ujarnya lagi.

Ia kemudian mengeklaim, belum ada forum resmi yang digelar antara pemerintah dan DPR terkait rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk merevisi jadwal Pilkada 2024 sebagaimana diatur di dalam UU Pilkada.

Namun, Yanuar mengakui bahwa sudah ada wacana dan komunikasi-komunikasi informal berkaitan dengan percepatan Pilkada ini.

Lebih lanjut, Yanuar menilai bahwa percepatan Pilkada 2024 ke bulan September justru berpotensi lebih tidak netral.

Sebab, itu berarti pilkada digelar di bawah rezim lama yang masih berkuasa.

Ia juga menganggap, jika masalah adalah faktor keamanan, seharusnya Pilkada 2024 cukup digelar dua tahap di bulan November yang sama dengan jarak dua sampai tiga pekan agar personel Polri tak terpecah.(*)



Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Maqbul Halim Sebut Pilkada Serentak November 2024 Bisa Sulitkan Keluarga Jokowi, https://makassar.tribunnews.com/2023/09/01/maqbul-halim-sebut-pilkada-serentak-november-2024-bisa-sulitkan-keluarga-jokowi?page=3.

Selengkapnya >>

Jumat, 18 Agustus 2023

PDIP Follower, PSI Trend-setter


Oleh Maqbul Halim


PSI Capreskan Ganjar


Tanggal 3 Oktober 2022, PSI mendeklarasikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden RI Pemilu 2024 (bit.ly/3sikWt1). Deklarasi ini merupakan hasil Rembuk Rakyat di internal PSI. Deklarasi ini muncul di tengah bungkamnya PDIP terhadap Ganjar Pranowo. Ganjar dianggap kontraproduktif terhadap usaha keras PDIP mencapreskan Puan Maharani, anak kandung Megawati, Ketum PDIP.


Ada juga yang menganggap ini upaya PSI mengimbangi Anies Basewedan yang baru saja dideklarasikan oleh Partai Nasdem 3 Oktober 2022 (bit.ly/3E0UR4d). Untuk kepentingan kelanjutan pembangunan Presiden Joko Widodo, PSI pasti jatuhkan pilihan kepada Ganjar daripada ke yang tidak mungkin, yakni Anies.


Saya berpikir, PDIP sulit menghindari elektabilitas Ganjar yang makin jauh tinggalkan Puan Maharani. Itulah sebabnya, PDIP terpojok dan harus putuskan Ganjar sebagai capres PDIP pada 21 Maret 2023 (bit.ly/45uHvZJ) di Batutulis Bogor. Selama 6 bulan, PDIP tidak tahan terus-terusan menghindar dari lingkaran diskursus yang dibangun PSI: Capres Ganjar Pranowo. Sebagai pengganjal harga diri partai besar, PDIP tetap tidak mengakui pencapresan Ganjar oleh PSI sebelumnya. 


PSI Calonkan Kaesang


Belum benar-benar tuntas diskursus Ganjar sebagai capres, PSI kembali luncurkan wacana Kaesang Pangarep sebagai calon walikota, 3 Juni 2023. Kali wacana ini, Kaesang digadang oleh PSI menjadi calon walikota Depok pada pilkada serentak 2024 mendatang. PSI meminta restu Joko Widodo untuk calonkan Kaesang di Pilkada Depok 2024 (bit.ly/47uicZw). Bahkan PSI mengajak PDIP ikut mendukung pencalonan Kaesan ini. Respon yang muncul adalah PDIP menyerang PSI. PDIP sebut terjadi kegagalan pengkaderan di PSI sehingga memilih mencalonkan yang bukan kader PSI di Pilkada Depok 2024.


Awalnya, saya kira PKS sebagai "pemilik" Kota Depok yang terpojok di depan wacana PSI ini. Ternyata yang terpojok adalah PDIP. Tak ingin  ketinggalan wacana PSI, PDIP langsung tampil gagah-lantang meletakkan Kaesang sebagai perisai melawan PKS pada Pilkada Depok 2024 mendatang. PDIP tidak membutuhkan malu berjalan di jalannya sendiri mengikuti wacana PSI ini. Pada 22 Juni 2023, PDIP bakar semangat relawan Ganjar di Depok untuk mendukung Kaesang calon walikota Depok (bit.ly/45y04fv). PDIP tetap setia mengekor di belakang PSI. 


PSI Hendak Kaderkan Kaesang


Juru Bicara PSI Cheryl Tanzil pernah mengajak Kaesang gabung menjadi kader di PSI pada 26 Januari 2023 (bit.ly/3YE5SBW). Ajakan ini diperkuat lagi oleh Ketua PSI Sigit Widodo pada 6 Juli 2023.


"Sejak Januari tahun ini, PSI secara terbuka sudah mengajak Mas Kaesang untuk bergabung ke PSI dan sampai saat ini PSI terbuka dan akan sangat gembira jika Mas Kaesang bergabung ke PSI," kata Sigit kepada Kompas.com (bit.ly/44gqEsG). 


Suatu waktu, 8 Juni 2023, Kaesang tampil di hadapan publik mengenakan baju kaos PSI bareng Ketum PSI Giring Ganesha. Keesokan hari, Ketua DPP PDIP Puan Maharani langsung memberikan tanggapan. Kata ketua DPR RI ini, dirinya akan menanyakan kepada Kaesang, apakah dia mau masuk PDIP atau tidak (Kompas, 9 Juni bit.ly/3QDhQKe). Selain itu, PDIP juga layangkan peringatan serius kepada Kaesang dan Joko Widodo, bahwa "haram" hukumnya kader PDIP sekeluarga berbeda partai. 


Lagi dan lagi, PDIP tidak sungkan berbaris mengikut di belakang wacana PSI. 


PSI Terima Kunjungan Partai Gerindra


Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mengumumkan bahwa partainya bakal menerima kunjungan ketua Partai Gerindra Prabowo Subiyanto dan pengurus lainnya (Detiknews, 1 Agustus bit.ly/44gE6gf). Betul, Rabu sore 2 Agustus, Ketum Gerindra dan pengurusnya mengunjungi kantor DPP PSI Jalan Wahid Hasyim Jakarta. Prabowo disambut Ketum PSI Giring Ganesha, Wakil ketua dewan pembina Grace Natalie, dan pengurus PSI lainnya. 


Kunjungan Partai Gerindra ini memantik perdebatan serius di ruang publik, serta meng.... posisi ideologis PSI dan slogan "Tegak Lurus Bersama Pak Jokowi". PDIP termasuk salah satu pihak yang berkepentingan merespon kunjungan Gerindra tersebut. Dalam satu wawancara dengan wartawan, Puan Maharani mengatakan bahwa PDIP juga menyambut baik komunikasi yang dilakukan oleh PSI dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Ia juga disebutnya bersedia datang jika PDIP memang diundang oleh partai yang dipimpin Giring Ganesha itu (Republika Online 4 Agustus bit.ly/3P1uUI0). 


Wacana silaturahmi oleh Gerindra ini dianggap dapat membuat PDIP tertinggal. Apalagi, nasib pemenangan Ganjar Pranowo menjadi taruhan bagi PDIP. Manuver demi manuver PSI selalu menciptakan ruang sempit bagi PDIP. 


PSI Cawapreskan Gibran


Saban waktu, pada 10 Maret 2023, PSI daftarkan permohonannya ke MK agar syarat untuk capres dan cawapres yang minimal 40 tahun itu, dapat dilonggarkan menjadi 35 tahun (rb.gy/95l8p). Belakangan, motif untuk cawapreskan Gibran dengan berkedok permohonan ke MK ini, terkuak. Wacana PSI ini menimbulkan kontroversi yang serius. 


Wacana ini menggelinding seperti bola salju, kian kuat, kian membesar dan kian masuk akal. PDIP yang merasa Gibran adalah "miliknya", dipaksa naik di kendaraan wacana Gibran Cawapres ini, yang dikendalikan oleh PSI. Apa yang terjadi pada PDIP ketika menumpang di kendaraan wacana PSI ini? Seperti biasa, PDIP selalu menyesuaikan diri sebagai konsumen. 


Menurut Puan Maharani, PDIP akan pertimbangkan Gibran jadi cawapres Ganjar jika MK kabulkan gugatan batas umur (Tempo 17 Agustus rb.gy/o8r52). Jika PDIP benar dengan pernyataan ini, pasti PSI persilakan PDIP menikmati perjuangannya di MK. 


Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa PDIP memang masih tertinggal dari PSI untuk memimpin wacana demokrasi di Indonesia. Kenyataan bahwa PDIP terus dikepung wacana produksi PSI yang partai kecil itu tidak bisa disangkali. Dengan kata lain, PSI sebagai trend-setter sedangkan PDIP adalah follower.  


Perbedaan posisi PDIP dan PSI terlihat jelas bagaimana keduanya memperlakukan Presiden Joko Widodo. Presiden Joko Widodo adalah pemberian penting dari alam dan Tuhan kepada Bangsa Indonesia. PSI membaca hal ini sehingga tidak ingin mensia-siakan pemberian penting ini. PSI juga membaca bahwa PDIP akan meninggalkan pemberian penting ini setelah Pemilu 2024. 


Demikianlah menjelang Pemilu 2024, PSI konsisten tegas lurus bersama Pak Jokowi. Sedangkan PDIP masih ragu tegak lurus bersama Pak Jokowi sampai saat ini. Saya malah berani katakan, PDIP konsisten tegak lurus bersama Ibu Megawati daripada bersama Pak Jokowi. 


Makassar, 18 Agustus 2023



Selengkapnya >>

Minggu, 13 Agustus 2023

Kedatangan Golkar-PAN Matikan Hasrat Muhaimin jadi cawapres Prabowo

Foto Kompas TV

Oleh Maqbul Halim

Koalisi Gerindra-PKB-Golkar-PAN telah terbentuk hari ini. Pembentukan koalisi ini tentu untuk memperkuat Capres Prabowo Subiyanto. Ini berita gembira. Tentu saja berita gembira, karena memotong total harapan Anies Baswedan bakal didukung oleh Partai Golkar dan Partai PAN. Inilah empat Partai penghuni Senayan. 

Kalaupun koalisi ini mengalami guncangan, paling hanya PKB yang terpental. PKB meletakkan Muhaimin Iskandar sebagai syarat untuk tetap bersama Partai Gerindra, yakni Muhaimin Iskandar sebagai cawapres pendamping Capres Prabowo. Rumornya, jika bukan Muhaimin, PKB akan kabur dari koalisi ini. 

Jika seperti itu keadaannya, Partai PKB bisa bergabung ke Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Saat ini, Koalisi KPP dihuni oleh Partai Nasdem, Partai PKS, dan Partai Demokrat. Jika Cak Imin (Muhaimin Iskandar) ditolak sebagai cawapres di KPP, PKB bisa memboyong Muhaimin ke Koalisi Tanpa Perubahan (PDIP-PPP-Hanura-Perindo), untuk menjadi cawapresnya Ganjar Pranowo. 

Jika pun ditolak juga di Koalisi Tanpa Perubahan, Muahaimin masih punya jalan. PKB bisa berkoalisi dengan Partai PSI untuk mengekor pada Pak Jokowi yang hingga saat ini belum jelas siapa capres jagoannya. Hanya tersisa KPP yang tidak berselera mendapat dukungan dari Pak Jokowi. 

Andaikan dukungan Pak Jokowi berlabuh di Ganjar atau di Prabowo, apakah PKB juga akan ikut? Saya yakin, PKB akan melepaskan diri jika dukungan Pak Jokowi berlabuh di Ganjar atau Prabowo. Di sinilah, PKB bakal menjadi penonton pada Pilpres 2024 nanti. Tentu saja, PKB gengsi untuk kembali bergabung lagi di koalisi pengusung capres Prabowo. Kecuali jika PKB mampu kandangkan Cak Imin, PKB akan tetap berkibar, bukan penonton. 

Kembali ke koalisi pengusung Capres Prabowo (Gerindra-PKB-Golkar-PAN), ini akan menjadi lawan tanding yang menggairahkan bagi Capres Ganjar Pranowo. Anies yang semula menjadi kompetitor serius bagi Ganjar, sekarang makin mengarah ke pinggiran kontestasi Pilpres 2024. 

Ada perubahan konstalasi. Ganjar batal berhadapan dengan Anies yang merupakan lawan ringan, enteng, remeh,dan sepele. Tapi Ganjar tidak gentar menunggu Prabowo di arena Pilpres 2024. Ganjar sudah tahu, Pilpres 2024 hanyalah kewajiban belaka bagi Prabowo untuk menjadi capres. 

Tentu alur cerita akan berbeda jika Capres Ganjar Pranowo berpasangan dengan Cawapres Anies Baswedan. Pasangan ini diyakini mampu membuat ibu Megawati berbahagia lebih awal. Juga dapat berarti bahwa selesailah kewajiban Prabowo untuk capres sampai tiga kali. 

Kalaupun Ganjar masih tetap dalam kepemilikan total Ibu Mega dan PDI Perjuangan, Ganjar masih tetap yang terbaik. Kalaupun Prabowo yang terpilih jadi presiden tahun depan, maka itulah nasib Ganjar dan itulah takdir Prabowo. Yang penting, Ganjar dan Prabowo adalah pelanjut program-program Pak Jokowi. 

Makassar, 13 Agustus 2023.
Selengkapnya >>

Minggu, 16 Juli 2023

Majalah Dinding BOM-GER

Pendidikan 


Saya menamatkan sekolah sarjana di Departemen Komunikasi Universitas Hasanuddin tahun 1999. Saya masuk di Unhas pada tahun 1992 melalui jalur tes UMPTN. Sebelumnya, saya menempuh sekolah dasar, menengah dan atas di sekolah Muhammadiyah Kec. Belawa, Kab. Wajo. Tamat SMA tahun 1991, tamat SMP Muhammadiyah tahun 1988, tamat SD Muhammadiyah tahun 1985, tamat TK Aisyiyah Muhammadiyah tahun 1979. 






Saya menyelesaikan studi sarjana (S1) di Universitas Hasanuddin, departemen Ilmu Komunikasi pada tahun 1999. Saya mengikuti wisuda Unhas gelombang ke-3 tahun itu. Wisuda waktu itu berlangsung di Auditorium Baruga A Pettarani, dimana waktu pengucapan yudisium resmi tercatat istimewa, karena tepat pukul 09:00, tanggal 9 bulan 9 tahun 1999. Keistimewaan lainnya, wisuda ini juga merupakan kegiatan "cuci gudang". Saya termasuk yang sudah lama diendapkan di gudang akademik karena masa studiku sudah menginjak tahun ke-7. Pada artikel-artikel selanjutnya, akan ada sesi tentang kenapa saya sampai tujuh tahun berstatus mahasiswa sarjana di Unhas. 


Saya menjalani studi di kampus merah Tamalanrea selama tujuh tahun, yaitu sejak Agustus 1992. Di departemen itu, ada dua pilihan konsentrasi studi, Jurnalistik dan Hubungan Masyarakat. Saya memilih Jurnalistik. Sejak masa-masa belajar di SMA, saya pernah berobsesi menjadi seorang penulis atau wartawan. Ketika lulus pada Departemen Komunikasi Unhas, saya berjumlah dengan pilhan ini. Saya menjadi antusias. 


Saya ingat, pada bilangan tahun 1989, kegiatan KKN Mahasiswa Unhas di Kecamatan Belawa menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Jusrnalistik dengan mengundang kru redaksi Surat Kabar Kampus IDENTITAS, sebuah koran yang terbit dalam bentuk ukuran tabloid, yang dikelola oleh Mahasiswa. Saya menjadi salah satu peserta pada acara tersebut, mewakili SMA Muhammadiyah Belawa. Rusman Madjulekka, Moch. Hasymi Ibrahim, Asmadi, dan beberapa nama lainnya yang saya tidak ingat, menjadi narasumber. Nama-nama itu kini tersohor sebagai wartawan senior. 


Dari perhelatan itulah, saya mulai menyadari keberadaan dunia jurnalisme (jurnalistik). Itulah yang menjadi alasan saya memilih jurusan Ilmu Komunikasi sebegai pilihan pertama pada tes masuk perguruan tinggi UMPTN tahun 1991. Saya belum beruntung waktu itu, tidak lulus, termasuk pada jurusan Ilmu Politik sebagai pilihan kedua. Pilihan pertama di Universitas Hasanuddin Makassar dan pilihan kedua di Universitas Diponegoro Semarang. Pilihan kedua ini pada dasarnya bukan keputusan yang saya sengaja. Saya sendiri heran dan lucu. 


Setahun berikutnya, 1992, saya mendaftar UMPTN kembali. Pilihan pertama tetap sama dengan tahun sebelumnya. Pilihan kedua, saya putuskan jurusan Hubungan Internasional Unhas. Saya menjalani kegiatan tes UMPTN selama dua hari di kampus IKIP Ujungpandang, Gunung Sari, pertengahan Juli 1992. Perguruan tinggi ini sekarang berubah nama menjadi UNM (Universitas Negeri Makassar). Dua pekan setelah itu, keluarlah pengumuman hasil UMPTN. Saya dinyatakan lulus pada pilihan pertama, Jurusan Ilmu Komunikasi Unhas. 


Setelah mendaftar ulang pada awal Agustus 1992, sejak itu saya tercatat sebagai mahasiswa Unhas Angkatan 1992 Jurusan Departemen Ilmu Komunikasi. Saya bertemu dan diajar oleh beberapa guru besar dan profesor di jurusan ini yang telah saya kenal sebelum menjadi mahasiswa Unhas, diantaranya adalah Prof. Dr. H. Anwar Arifin, MA dan Prof. Dr. Andi Muis, SH. Saya membaur dengan senior-senior di departemen ini yang juga adalah pentolan jurnalis-jurnalis yang sudah punya nama populer. Sebutlah nama-nama misalnya Anil Hukmah, Andi Ajramurni, Erni, dan Farid Ma'ruf Ibrahim. Dari mereka-mereka ini, bibit "cinta" pada jurnalistik makin membuncah. Bahkan mirip-mirip fanatik. 


Pada gilirannya, rongga kampus Unhas makin terasa luas setelah bergelut pada dunia akademik jurnalistik. Lapangan praktikum perdana kemampuan jurnalistikku adalah majalah dinding (Mading) yang pajang di dinding bagian depan Gedung FIS 3 Kampus Unhas Tamalanrea. Setiap Rabu pagi sebelum kuliah pertama dimulai, teras/koridor bagian depan ujung barat gedung FIS 3 itu, sudah dipenuhi mahasiswa-mahasiswi. Mereka antri mengambil posisi berdiri untuk membaca teks dan menyimak gambar-gambar grafis pada mading tersebut. Nama majalah tersebut adalah BOM-GER. Hanya dua kru pengelola mading Bom-GER itu yang saya ingat, yaitu Ostaf Al Mustafa dan Ishaq Abdullah. Keduanya adalah mahasiswa Departemen Komunikasi juga. Alias, keduanya adalah senior saya di departemen itu. Ada juga kru lainnya yang hingga saat ini saya tidak mengingatnya lagi. 


Mading Bom-Ger menjadi santapan saya setiap pagi sebelum masuk kelas untuk mata kuliah pukul 07:30. Selama semester awal/ganjil 1992/1993, saya selalu ikut berdiri menghadap mading itu. Saya kadang antri di belakang mahasiswa yang lebih senior. Edisi baru mading Bom-Ger akan dikeluarkan setiap malam Senin dan malam Kamis. Setiap Senin pagi atau Kamis pagi, antrian panjang mahasiswa di depan mading mengular, seperti orang yang antri beli tiket kapal laut di Pelni tahun-tahun 90-an. Kalau sekarang, mungkin mirip gambaran masyarakat yang antri pagi-pagi depan toko elektronik untuk membeli gadget baru yang baru diluncurkan pada malam sebelumnya. 


Secara umum, topik naskah dan gambar Mading Bom-Ger adalah kritik dan perlawanan terhadap Orde Baru. Bom-Ger memilih menyajikan bahasa dan karikaturnya dalam bentuk jenaka, lucu-lucu, namun tidak mengurangi makna dan maksud perlawanan dalam kalimat-kalimat maupun grafis karikaturnya. Itulah sebabnya, mahasiswa kerap terlihat terkekeh-kekeh, terbahak. Wajah BomGer memang merupakan percampuran kritik, perlawanan, jenaka, satir, dan sarkas. Karena percampuran itulah, pesan-pesan yang disampaikan Bom-Ger kepada khalayak menjadi efektif. 


Represi militer terhadap kampus-kampus di Indonesia saat itu masih terbilang mendominasi. Di Kampus Unhas Tamalanrea, hal itu juga berlaku. Salah satu yang beberapa kali menjadi obyek kekerasan represi militer di kampus Unhas waktu itu adalah Mading Bom-Ger. Mahasiswa kerap menemukan kaca penutup depan Mading Bom-Ger hancur pecah berantakan pada pagi hari. Bahkan, kerap naskah dan karikatur yang baru saja dipasang, hilang di pagi hari. Menurut saya, ada mencoba mencegah agar naskah artikel dan karikatur itu tidak terbaca oleh mahasiswa. 


Ostaf telah dikenal lama di Fisip Unhas sebagai agen utama pelesetan kata-kata. Ia sebut alirannya ini dengan nama MELESETOLOGI, keterampilan mempelesetkan kata-kata. 


Contoh, Sudomo Dalang Segala Bencana disingkat SDSB. SDSB adalah akronim dari sistem kupon undian Sumbangan Dana Sosial Berhadiah yang diselenggarakan oleh Kementerian Sosial. Sudomo waktu itu adalah jenderal Pangkomkamtib (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban). Dia terkenal dengan julukan eksekutor Orde Baru. SDSB adalah permainan tebakan angka-angka yang kerap dikaitkan dengan angka-angka dalam Shio (zodiak China) untuk meramal angka-angka yang diundi. Kata Shio inilah yang dibubuhkan oleh Ostaf di depan nama Sudomo menjadi ShioDomo. 


Contoh lain adalah artikel tentang persamaan antara taman kanak-kanak dan taman makam pahlawan. Ada juga sketsa sosok H. Harmoko (menteri penerangan) menjilat pantat Soeharto. Ada pula karikatur sepatu laras yang identik dengan tentara, menginjak vas bunga simbol perdamaian yang sedang digenggam mahasiswa. 


Instansi yang paling kerap jadi korban olok-olokan Mading BomGer adalah militer. Tema militer yang berpredikat anti-demokrasi, pro pelanggaran HAM, anti Kebebasan Berpendapat, yang dituangkan dalam kalimat-kalimat sarkas, selalu menempati rating tertinggi. Peringkat kedua adalah kekuasaan pemerintahan tak terbatas oleh rezim Orde Baru. 


Saya akhirnya diberi tempat menjadi salah satu pengelola Mading BomGer. Tugas saya adalah menempel kertas karton yang sudah berisi naskah artikel, ilustrasi, atau karikatur. Sebelum langit benar-benar terang oleh matahari di pagi hari, saya sudah berkutat dengan kartas karton, lem dan cutter/gunting di depan Mading BomGer. Saya memang belum diberi tugas untuk memberi ide, menggagas, apalagi menulis. Tapi ini sudah menjadi pintu emas bagiku untuk melangkah melebarkan aktivitas jurnalistikku. Berkat ini pula, saya mulai kenal aksi kampus yang paling saya sukai, yaitu mimbas bebas, wadah untuk berorasi bebas di hadapan mahasiswa di koridor-koridor kampus, dengan perang pengeras suara Wireless dan Mic.


Makassar, 16 Juli 2023

Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim