SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Selasa, 22 Agustus 2006

Memicu dan Meredam Rusuh dengan Berita

(Studi Analisis Isi terhadap Judul Berita)
Maqbul Halim dan Abubakar A.R.



Artikel ini berupaya menggali beberapa aspek dari kegiatan pemberitaan yang dilakukan oleh harian media cetak yang terbit di Makassar. Harian tersebut adalah Pedoman Rakyat (PR), Fajar, Tribun Timur (Tribun), Berita Kota Makassar (BKM), dan Ujungpandang Ekspres (Upeks). Aspek yang akan ditinjau adalah judul berita, ucapan elit, dan refeleksi. Edisi-edisi harian tersebut akan dieksplorasi adalah yang terbit setelah kerumunan massa nyaris meletupkan kerusuhan SARA setelah meninggalnya seorang pembantu rumah tangga di Makassar akibat luka yang dialami setelah dianiaya oleh majikannya. Yakni edisi hari Rabu, 10 Mei 2006.

Judul Berita

Beberapa pihak tidak begitu sadar bahwa judul berita, khususnya media cetak, bisa menjadi pengendali eskalasi dalam suatu peristiwa kerusuhan. Judul suatu berita adalah pintu bagi pembaca. Tidak sedikit orang yang mendasarkan sikapnya kepada makna yang termuat pada judul berita. Kasus kriminal yang menewaskan Haniati, seorang pembantu rumah tangga di Kota Makassar dan menyulut kemarahan sejumlah warga pada Selasa, 9 Mei 2006, paling tidak, bisa ditinjau dari sisi penjudulan berita-berita mengenai kasus itu.

Pada edisi hari Rabu, 10 Mei 2006, rata-rata harian lokal kota Makassar menurunkan lebih dari satu unit berita untuk kasus tersebut. Harian FAJAR menurunkan 4 judul berita, PR 2 judul, Tribun 4 judul, Upeks 3 judul, dan BKM 3 judul. Selain berita, harian-harian tersebut juga melansir rubrik khusus yang umumnya memuat komentar pejabat-pejabat.

Judul-judul berikut adalah judul yang secara tidak langsung mengajak pembaca untuk meluangkan kecemasan, mungkin juga ketakutan. Judul itu antara lain: “MAKASSAR TEGANG--buntut kematian pembantu rumah tanggah di Jl Latiojong” (BKM 10/05). Judul ditempatkan sebagai berita headline (berita utama) yang ditempatkan di halaman pertama. Judul ini bisa dikategorikan sebagai hasil interpretasi reporter (media) terhadap peristiwa yang diberitakannya. Interpretasi dalam arti bahwa judul itu bukan merupakan hasil dari penggalan ucara sumber-sumber tertentu, seperti sumber resmi kepolisian atau pihak pemerintah kota Makassar. Karena judul tersebut merupakan interpretasi, maka suasana yang dimaknakan judul itu bisa melebihi situasi yang sesungguhnya, bisa juga mereduksi situasi yang sesungguhnya.

Dari judul ini pula, pembaca pun mungkin bisa mensetting sebuah situasi dalam pikirannya bahwa seluruh pelosok kota Makassar telah dilanda ketegangan. Ketegangan berarti keadaan tidak normal yang bisa diindikasikan oleh sikap takut dan cemas secara umum oleh warga Kota Makassar.

Setelah judul itu, BKM kemudian melanjutkan dengan lead berita sebagai berikut: “Situasi kota Makassar, Selasa (9/5) kemarin sempat tegang setelah mendengar kabar seorang pembantu rumah tangga tewas dianiaya. Akibatnya, ada sekitar ribuan warga pun memadati Jl Latimojong dan sekitarnya. Namun, suasana berangsur-angsur dapat terkendali setelah terungkap kalau tersangkanya sudah ditangkap dan diduga mengidap kelainan jiwa.”

Menyimak lead (teras) berita BKM di atas, ada kesan bahwa seluruh kota Makassar dilanda ketegangan. Jadi, ada kesinambungan maksud antara judul berita dan teras berita. Padahal, pada kalimat selanjutnya diketahui bahwa massa yang diperkirakan oleh BKM mencapai ribuan (?) itu, ternyata hanya di Jl Latimojong dan sekitarnya, bagian kawasan yang sangat kecil ketimbang dari keseluruhan luas kota Makassar.

Hal lain yang juga menonjol pada judul-judul hari lokal adalah penggalan penyataan Wapres Jusuf Kalla mengenai kasus penganiayaan yang berbuntut ketegangan di Jl Latimojong itu. Harian yang tercatat menggunakan penggalan itu sebagai judul adalah Fajar, PR, Upeks, dan Tribun. Dalam hal ini, masing-masing redaksi media mengemas penggalan yang berbeda dari lainnya. Oleh karena, kesan yang timbul atas kasus penganiayaan berdasarkan judul-judul itu berbeda pula.

Pada edisi yang sama, Rabu, 10/05, ucapan Jusuf Kalla yang dikutip sebagai judul ditemukan pada PR, Fajar, Tribun, Upeks, dan BKM. Harian yang memunculkan sebagai judul berita headline adalah Tribun, PR, dan Upeks. Sementara Fajar dan BKM hanya menjadi judul pada berita lain yang bukan merupakan berita headline.

Kutipan ucapan Wapres Kalla sebagai judul yang bermuatan situasi tegang dan darurat adalah “KALLA: TINDAK TEGAS!” (PR), “Wapres: Hukum Berat Pelaku” (Upeks). Kedua judul merupakan headline berita. Kesan yang bisa dimaknai dari kedua judul ini bahwa situasi buruk yang melanda kota Makassar sudah liar. Tindakan persuasif sudah tidak tepat sehingga seruan kepada aparat untuk beritindak keras terpaksa ditempuh. Judul ini sebenarnya menegasikan ajakan-ajakan pejabat lokal yang sebenarnya jauh lebih persuasif dan sejuk.

Meski demikian, bukan berarti bahwa Wapres Kalla betul-betul terkesan berang terhadap situasi kota Makassar. Dari sumber yang sama, Tribun memilih ucapan lain sebagai judul, yakni: “Kalla: Semua Harus Jaga Makassar”. Seruang ini dijadikan judul headline berita. Harian Fajar, meski bukan berita headline, judul yang diangkat juga mencitrakan Wapres Kalla ketenangannya menyikapi ancaman kerusuhan di kota Makassar. Judul Fajar, “Wapres: Hindari Main Hakim Sendiri” lebih merupakan imbauan ketimbang kecaman.

Sisi yang berbeda dari segi penjudulan berita adalah BKM, “Kalla Langsung Telepon Amin”. Pada edisi “ancaman kerusuhan” itu, BKM menurunkan judul tersebut tapi terpisah dari suasana di lingkar konteks peristiwa yang sedang aktual di kota Makassar. Judul itu memang bukan merupakan berita headline, tetapi hanya memberikan informasi tentang rasa penasaran Wapres Kalla setelah mendengar beberapa warga Makassar yang sedang dilanda ketegangan.

Dari judul-judul yang telah dikemukakan tersebut, ditambah dengan tinjauan dari sisi kemungkinan pemaknaan, kita dapat mencatat bahwa sosok Wapres Kalla dan pencitraan suasana Kota Makassar merupakan hasil konstruksi dapur redaksi harian yang bersangkutan. Dari rangkaian pembicaraan Wapres Kalla dengan Gubernur Sulsel Amin Syam dan Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin, para redaktur telihat memainkan pilihan-pilihan atas ucapan Kalla sebagai judul berita. Redaksi yang memandang situasi sudah gawat, mungkin memilih ucapan Kalla yang mengindikasikan ketegasan sebagai pemungkas. Untuk situasi yang sama, ada juga redaksi yang memutuskan memilih ucapan Kalla sebagai judul karena melihat situasi dapat reda cukup dengan ucapan lembut dari orang penting sejenis Kalla. Karakteristik yang ketiga dari penjudulan oleh redaksi dalam kaitan dengan perhatian yang diberikan Wapres Kalla atas kasus ini justru hanya sebagai komplemen. Karakteristik itu terasa pada judul BKM, “Kalla Langsung Telepon Amin”.

Sebagai berita headline, ucapan Wapres Kalla dianggap urgen sehingga diturunkan sebagai judul. Tetapi, dua harian justru tidak menganggap ucapan Wapres Kalla sebagai urgen untuk diturunkan sebagai judul berita headline. BKM dan FAJAR menempatkan berita tentang perhatian Wapres Kalla sebagai berita biasa, alias bukan headline.

Dari segi jumlah judul berita pada hari Rabu itu, Fajar dan Tribun terhitung paling tinggi, masing-masing 4 judul berita. BKM dan Upeks menurunkan 3 judul berita, sedangkan PR hanya 2 berita. produktivitas dan variasi rubrik, Tribun tercatat tertinggi memberikan perhatian. Selain menurunkan empat judul rubrik berita, Tribun juga mengemas liku kasus itu pada satu halaman penuh di bagian paling belakang. Untuk rubrik khusus mengenai kasus itu, Tribun 3 rubrik, Fajar 2 rubrik, PR dan BKM menurunkan masing-masing 1 rubrik khusus, dan Upeks tidak ada. Sementara untuk kolom khusus, hanya Tribun dan Upeks yang menurunkan masing-masing satu artikel.

Harian Fajar dan Tribun memberikan perhatian khusus pada Rabu itu. Perhatian khusus yang diberikan Fajar adalah pemuatan foto yang mengekspresikan wajah ketakutan tiga orang warga Makassar yang merasa bakal jadi sasaran amuk massa. Foto itu kemudian dilengkapi dengan sebuah narasi editorial singkat: “Jangan biarkan saudara kita ketakutan seperti ini. Ketakutan adalah mimpi buruk. Ketakutan adalah ketika ruang hidup menjadi sempit. Ketika memberi ketakutan kepada orang lain, ketika itu pula sisi kemanusiaan tercerabut. Maka, jangan biarkan ada amuk untuk hal-hal yang tidak patut, dengan menjadikan saudara kita dicekam rasa takut.”

Selain itu, sebagai perhatian khusus, Fajar juga menuangkan rubrik “liputan khusus” untuk satu halaman dengan 3 judul artikel. Halaman tersebut tidak sepenuhnya berisi artikel karena lebih separuh diisi dengan iklan.

Perhatian khusus Tribun adalah pemuatan rubrik “liputan khusus kota” yang isinya menempati satu halaman di bagian paling belakang pada edisi Rabu itu. Rubrik ini mungkin bisa disebut cukup berlebihan dengan judul utama, “Ekonomi Makassar Sempat Lumpuh”. Isi berita yang dijuduli demikian tidak mendeskripsikan dengan jelas, apakah aktivitas jual beli yang lumpuh, perdagangan yang lumpu, atau justru sebagian (besar atau kecil) toko y ang tutup. Tidak jelas, apakah perekonomian Makassar yang lumpuh, ataukah aktivitas ekonomi yang lumpuh. Tetapi, secara keseluruhan, rubrik ini menurunkan 4 judul berita dan satu rubrik khusus.

Secara umum pada edisi Rabu koran-koran harian tersebut, kata-kata kunci yang tercantum dalam penjudulan yang menunjukkan situasi darurat sebanyak 9 kosa kata, yakni: “Sempat Lumpuh”, “Berdarah”, “Serukan Damai”, “Barang Susah Didapat”, “Ditindak Tegas”, “Makassar Tegang”, “Hukum Berat”, “Nyaris Lumpuh”, dan “Tindak Tegas”. Judul yang menunjukkan keadaan normal sebanyak 6 kosa kata, yakni: “Otopsi”, “Komunitas Pemaaf”, “Hindari”, “Tetap Menyatu”, “Proporsional”, dan “Jangan Retak”. Sementara yang berdimensi humaniora dan berorientasi meredakan situasi sebanyak 5 kosa kata, yakni: “Sudah Ditahan”, “Harus Jaga”, “Amankan Pelaku”, “Sering Ketawa Sendiri”, “Tidak Pernah Kirim Oleh-oleh”.

Ucapan Elit

Ucapan-ucapan elit yang dimuat oleh media cetak surat kabar maupun disiarkan melalui radio dan televisi dianggap signifikan pengaruhnya terhadap eskalasi ancaman rusuh di Makassar akibat kasus penganiayaan pembantu yang berbuntut kematian. Elit-elit tersebut antara lain seperti jajaran pejabat pemerintah propinsi Sulsel maupun kota Makassar dan kabupaten Sinjai, kepolisian, TNI, tokoh masyarakat, pemuka agama, kalangan perguruan tinggi, dan seterusnya.

Ucapan dan seruan elit-elit tersebut dimuat melalui rubrik khusus. PR menamai rubrik khusus itu dengan nama “Makassar Sejuk”. Pejabat yang dikutip ucapannya oleh PR edisi Rabu (9/5) adalah:
Gubernur Sulsel, HM Amin Syam, “Jangan Terpancing”
Pangdam VII Wirabuana, Mayjen TNI Arief B.S., “Gunakan Akal Sehat”
Kapolda Sulsel, Irjen Polisi Aryanto Boedihardjo, “Serahkan ke Polri”
Walikota Makassar, Ilham Arif Sirajuddin, “Jaga Makassar”
Tribun:
Gubernur Sulsel, HM Amin Syam, “Tanggapi secara Proposional”
Kapolda Sulsel, Irjen Polisi Aryanto Boedihardjo, “Tersangka Sudah Ditahan”
Pangdam VII Wirabuana, Mayjen TNI Arief B.S., “Sadari Dampak Perbuatan Anarkis”
Ketua MUI Sulsel, KH Sanusi Baco, “Telusuri Informasi yang Benar”
Bupati Sinjai, A. Rudianto Asapa, “Minta Warga Menahan Diri”
Rektor UIN Makassar, Azhar Arsyad, “Mahasiswa Jangan Terpancing”
Rektor Unhas, Idrus Paturusi, “Kejadian itu Murni Kriminal”
PR:
Pangdam VII Wirabuana, Mayjen TNI Arief B.S., “Pakai Akal Sehat”
Ketua FKKB, Anton Obey, “Semua Saudara”
Kapolda Sulsel, Aryanto Boediharjo, “Kriminal Murni”
Ketua KPID Sulsel, Aswar Hasan, “Bertindak Proposional”
Ketua MUI Sulsel, Yunus Samad, LC, “Perjelas Dulu”
Kajati Sulsel, Masyhudi Ridwan, “Segera Proses”
Gubernur Sulsel, HM Amin Syam, “Jangan Terpancing”
Walikota Makassar, Ilham Arif Sirajuddin, “Waspadai Provokator”

Seruan atau komentar yang diberikan oleh elit-elit di atas tentunya ditujukan kepada masyarakat atau warga kota Makassar, termasuk warga Sinjai. Seruan atau komentar itu dapat digolongkan ke dalam tiga kategori: a. Mencari kambing hitam, b. Menagih kedewasaan dan kesadaran masyarakat, dan c. Berorientasi proses hukum.

Pernyataan berdimensi kambing hitam:
Waspadai Provokator (Ilham Arif Sirajuddin)
Jangan Terpancing (Amin Syam)
Mahasiswa Jangan Terpancing (Azhar Arsyad)
Jangan Terpancing (Amin Syam)

Menagih kedewasaan dan kesadaran masyarakat:
Perjelas Dulu (Yunus Samad)
Bertindak Proposional (Aswar Hasan)
Gunakan/Pakai Akal Sehat (Arief BS)
Semua Saudara (Anton Obey)
Perjelas Dulu (Yunus Samad)
Warga Menahan Diri (Rudianto Asapa)
Telusuri Informasi yang Benar (Sanusi Baco)
Sadari Dampak Perbuatan Anarkis (Arief BS)
Tanggapi Secara Proporsional (Amin Syam)
Jaga Makassar (Ilham Arif Sirajuddin)

Berorientasi proses hukum
Serahkan ke Polri (Aryanto Boediharjo)
Segera Proses (Masyhudi Ridwan)
Kriminal Murni (Aryanto Boediharjo)
Kejadian itu Kriminal Murni (Idrus Paturusi)
Tersangka Sudah Ditahan (Aryanto Boediharjo)

Refleksi

Komentar-komentar atau ucapan di atas bisa memberikan implikasi pemaknaan yang akan mendasari sikap warga, khususnya pembaca surat kabar, untuk memutuskan tindakan selanjutnya. Sesungguhnya, semangat yang melandasi seruan-seruan elit di atas adalah ketenangan dan kedamaian. Tetapi penggunaan diksi tertentu memang bisa membuat semangat itu berbias lain yang kontraproduktif.

Dalam hal ini, pilihan-pilihan diksi menjadi penting untuk menentukan arah eskalasi konflik pada hari-hari berikutnya. Baik reporter maupun nara sumber resmi kerap berhadapan dengan pilihan-pilihan diksi itu. Contoh pilihan itu antara lain pada kata: tewas, mati, meninggal, wafat, berpulang ke rahmatullah, tak bernyawa, dan seterusnya. Editor bisa juga memberikan kata keterangan untuk merinci sifat kejadian itu, misalnya: mati mengenaskan, mati, mati tak berdaya, mati terluka, atau tewas mengenaskan, tewas, tewas tak berdaya, tewas terluka, tewas bersimbah darah dan seterusnya. Setiap pilihan akan memberikan bias dan assosiasi tertentu dalam pemaknaan bagi pembaca.

Semua kegiatan dalam pemilihan diksi tersebut adalah rangkaian konstruksi realitas. Ketika seseorang murid pulang dari sekolah dan kemudian menceritakan serunya peristiwa perkelahian di sekolahnya kepada orang tuanya, murid itu sesungguhnya telah mengkostruksi kejadian di sekolah yang telah berlalu itu dengan bahasa yang ia miliki. Realitas seperti itulah yang dikonstruksi wartawan dalam pemberitaan, realitas seperti itulah yang dikonstruksi elit-elit sebagai nara sumber kepada wartawan yang kemudian diberitakan.

Di pihak wartawan yang meliput di lapangan, kita juga bisa merasakan adanya kekurangan. Isu bahwa korban sudah membusuk ketika tiba di kampungnya, seperti yang dilansir beberapa harian pada Rabu (10/5) itu adalah sebuah kelalian. Bukankah pernyataan itu adalah pengakuan keluarga korban setelah korban sendiri sudah dikuburkan. Jika demikian, lalu dimana mestinya wartawan memverifikasi kebenaran itu jika saksi lain juga hanya berbekal pernyataan lisan. Jika isu membusuk itu tidak bisa diverifikasi, mengapa pengakuan keluarga korban itu lolos diberitakan? Inilah sisi lemah dari “jurnalisme pernyataan” (talking news) yang umumnya dianut oleh wartawan lokal di Sulawesi Selatan.
****
Penulis: tim riset media Lembaga Studi Informasi dan Media Massa (ëLSIM) Makassar
Disampaikan pada Seminar tentang "Media Watch" oleh ëLSIM Makassar dan Dep. Kominfo di Makassar pada 26 Juli 2006.
Selengkapnya >>

Minggu, 20 Agustus 2006

Teknik Penulisan Berita

Penulisan Berita dalam Lingkup Tata Kelola Pemerintahan (Good Governance)

Oleh: Maqbul Halim

Lingkup Good Governance

Lingkup Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance), mencakup pemerintahan (Government), organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organization/CSO), legislatif, dan pers. Inilah empat topik utama yang bisa menjadi agenda berita media massa dalam rangka orientasi Tata Kepemerintahanan Yang Baik. Lingkup di atas, secara kosepsional, disadur dari lima prinsip Good Governance yang menjadi rangka utama pengembangan program-program LGSP-USAID di Indonesia.

Masing-masing lingkup di atas dapat diukur melalui lima prinsip Good Governance. Suatu berita akan didesain berdasarkan sudut pandang tertentu (angle). Sudut pandang itu dapat memilih salah satu dari lima prinsip tadi. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Efektivitas: program dan kegiatan dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsi dan peran-peran lembaga kepemerintahanan. Biasanya terkait dengan kinerja, target, kapasitas, kapabilitas, dan lain-lain.
Keadilan: Sulit mengukur keadilan. Namun demikian, keadilan biasanya ditinjau dari aspek penguatan dan keberpihakan, seperti terhadap masyarakat miskin, masyarakat marginal, orang-orang cacat, gender, dan lain-lain.

Partisipasi: menyankut keterlibatan komponen publik dalam suatu proses pengambilan kebijakan.

Akuntabilitas: prinsip ini menuntut adanya pertanggungan jawab atas segala kebijakan-kebijakan yang menyangkut kepentingan publik. Dalam hal ini, segala kebijakan itu dapat dipertanggung-jawabkan.
Transparansi; sejauh mana proses suatu kebijakan memenuhi unsur-unsur keterbukaan. Keterbukaan dalam arti bahwa segala sesuautu yang menyangkut kepentingan umum berlangsung secara terbuka. Lawannya adalah tidak ditutup-tutupi.

Upaya mendorong kelima prinsip itu pada salah satu atau seluruh lingkup yang telah disebutkan di atas adalah satu peran dan fungsi yang dimiliki oleh media massa. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebutkan kontrol sosial oleh media adalah sebagai fungsi utama.

Bentuk Penulisan Berita

1. Stright News Reporting (Berita Biasa)
Penulisan berita ini adalah yang paling umum digunakan pada media massa cetak yang terbit secara harian. Berita seperti ini biasa juga disebut sebagai berita langsung. Rumus untuk membuat berita ini terbilang sederhana dengan lima unsur dan satu unsur pelengkap atau 5W + 1H, yaitu:


  • Who: siapa orang-orang dalam peritiwa itu

  • What: apa peristiwanya

  • Where: di mana peristiwanya

  • When: kapan peristiwa itu

  • Why: kenapa peristiwa itu terjadi. Menerangkan sebabnya.

Plus:


  • How: bagaimana pertiwa terjadi atau berlangsung.

Item-item peristiwa diklasifikasi ke dalam bagian-bagian secara berurut dari yang berkadar paling penting hingga yang paling tidak penting. Model barita ini biasa juga digambarkan seperti gambar piramida terbalik.


2. Reportase


Bentuk berita reportase biasanya melaporkan kegiatan-kegiatan yang predictible atau kunjungan-kunjugan (traveling). Model penulisannya tidak sepenuhnya menuntut kelengkapan unsur seperti pada berita biasa (stright news). Fungsi utama berita ini adalah menyampaikan laporan pandangan mata dan pendengaran telinga. Dalam penulisannya, berita ditulis lebih panjang dari pada berita biasa.


3. Investigative Reporting


Model Investigatif Reporting (IR) biasanya dipakai untuk melakukan penelusuran terhadap berbagai fakta dan peristiwa yang secara umumnya diperkirakan tidak berhubungan. IR juga umumnya digunakan oleh suatu media untuk mengungkap peristiwa-peristiwa yang penuh dengan selubung atau kehilangan mata rantai. Jenis penulisan dan pelaporan berita ini jarang digunakan karena menyita waktu yang lama, kesabaran yang tinggi, dan ongkos yang besar (unlimited).


4. Feature News


Jenis berita ini biasa juga disebut karangan khas. Jenis penulisan berita ini biasa digunakan untuk meliput dan melaporkan peristiwa-peristiwa yang menyentuh rasa kemanusiaan, seperti fenomena kemiskinan, masyarakat marjinal, anak-anak terlantar, bencana alam, perang, dan sebagainya. Penulisan ini biasanya dibarengi dengan kepekaan yang tinggi sehingga hal-hal yang tidak tersentuh oleh akal sehat namun dapat dirasakan oleh hati dan nurani, misalnya, dapat disampaikan melalui laporan Feature News ini.


5. In-depth Reporting


Jenis penulisan berita ini menyangkut pelaporan tentang suatu peristiwa secara mendalam. Mendalam dalam arti bahwa segalanya dilaporkan sampai ke datail-detailnya.


Rencana Liputan


Dari bentuk penulisan berita ini, ditambah dengan lima jenis menu topik Tata Kepemerintahan, maka kita dapat menyusun sebuah rencana liputan. Rencana liputan meliputi:


  • TOR [memuat topik liputan dan permasalahan]

  • Jadwal Liputan [meliputi tahapan]

  • Lokasi Liputan

  • Metode Liputan dan Penulisan

  • Rencana nara sumber

  • Kru [mencakup koordinator dan tim liputan]

  • Sumber-sumber informasi dan dokumen

  • Device [peralatan: tape recorder, kamera foto, buku catatan, dan lain-lain].

  • Rencana biaya

Bentuk liputan dan penulisan bisa disesuaikan dengan topik Good Governance yang akan menjadi topik bahasan. Tentu saja, sebaiknya pilihan itu proporsional. Misalnya, wajah kualitas pelayanan umum yang diterima oleh masyarakat, tentu tidak akan tuntas kalau hanya menggunakan jenis berita biasa. Demikian juga, akan berlebihan jika kita menggunakan jenis investigatif reporting untuk meliput acara persmian kantor baru dinas tertentu misalnya.


Bahasa Jurnalistik



  • Mudah dipahami;

  • Mengunakan kalimat efektif. Menghindari kalimat majemuk dengan berbagai variasinya;

  • Menghindari penggunaan istilah yang kemungkinan membingungkan pembaca karena istilah itu belum umum; dan

  • Penulisan identitas orang, tempat, waktu, dan lebel harus jelas, terang, dan tepat.

*) Disampaikan pada pada Agenda Technical Assistance - LGSP Kab. Takalar pada 16 Agustus 2006.


**) Penulis: Direktur Eksekutif Lembaga Studi Informasi dan Media (ëLSIM) Makassar.

Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim