SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Sabtu, 07 Juli 2007

Kelola Sampah Bukan Hanya untuk Adipura

* Catatan dari Diskusi Multi Pihak eLSIM

FAJAR, Makassar. Gagalnya Makassar meraih Adipura beberapa waktu lalu, harus menjadi cambuk bagi kota Anging Mammiri untuk meraih piala tertinggi di bidang kebersihan itu tahun depan. Laporan Rustan Bedmant


Produksi sampah kota Makassar setiap hari sebanyak dua ton. Angka ini berbanding terbalik dengan armada (95 unit) dinas terkait, yang hanya mampu mengangkut 1,2 ton. Jelas, ini sangat menghambat pendistribusian sampah, yang masih tersisa 0,8 ton.

Belum lagi dengan tenaga kebersihan yang hanya 117 orang. "Itu sudah termasuk tenaga pengawas. Yang efektif hanya 110 orang. Bayangkan dengan jumlah kelurahan yang mencapai 143," kata Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan (PLH & K) Makassar, M Ali Achmad, pada Diskusi Multi Pihak yang diselenggarakan Lembaga Studi Informasi dan Media Massa (eLSIM), di ruang rapat Kantor KPUD Sulsel, Jumat 6 Juli.

Diskusi yang mengkaji tentang Perda Kebersihan dan Perilaku Terhadap Sampah, itu menilai bahwa selama ini, upaya penanganan sampah tidak lebih hanya untuk berburu Adipura. Bahkan, penanganan sampah lebih bersifat politis dan proyek.

"Retribusi sudah menjadi ladang pendapatan daerah, bukan untuk menjadikan Makassar sebagai kota yang bebas dari sampah," sebut Idris Muhammad, peserta diskusi.

A Syafiuddin B, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Kementerian Lingkungan Hidup, menanggapi Ali Achmad yang mengemukakan rencana pemkot tentang kawasan tertib hanya di beberapa titik. "Bukan hanya itu (kawasan tertib) yang harus dijaga, tapi semua. Hal ini mengingat Makassar sebagai kota metropolis yang tiap tahunnya mendapat tambahan 20 titik penilaian Adipura."

Sementara Abd Rahman Nur, Ketua Yayasan Peduli Pemulung Makassar, menyarankan, agar pemerintah lebih menyentuh pemulung. "Ada 3000-an pemulung yang bergabung dengan kami, jika pemerintah melihat ini sebagai potensi, meski itu kecil, tapi setidaknya kami bisa membantu," ujarnya.

Selain itu, sinergi antara dinas terkait dengan masyarakat maupun pembuang sampah dengan para pemulung harus terjalin. "Juga mentalitas yang terlembagakan," tegas M Taufik dari Wahana Lingkungan Hidup.

Perda No 14 Tahun 1999 dan No 5 Tahun 2005, juga disorot, dianggap belum mampu menjadi pedoman. Terhitung, sejak tiga tahun lalu baru 68 kasus yang ditangani. Itu pun belum maksimal.

Yang terpenting, kesadaran masyarakat sangat dibutuhkan dalam menciptakan Makassar bebas sampah. (*)

Sumber: FAJAR


Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim