SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Senin, 25 Februari 2008

KPU Minta Pilkada Makassar Dimajukan Oktober

Sabtu, 23-02-2008
Makassar, Tribun - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar dan Pemkot Makassar akan meminta kepada KPU Pusat agar Pilkada Makassar yang awalnya dijadwalkan pada Desember dimajukan pelaksanaannya pada Oktober atau November 2008.
Ini dilakukan KPU Makassar untuk mengantisipasi padatnya jadwal pilkada. Sebab pelaksanaan Jadwal pilkada Makassar berdekatan dengan pilpres 2009, kata Ketua KPU Makassar, Zulkifli Gani Otto, Jumat (22/2).
"Kalau tidak dipercepat, kami akan kesulitan menyiapkan dua pilkada yakni Pilkada Makassar dan pilpres. Kami usulkan dimajukan Oktober atau November," ujarnya pada Tribun.

Ia menambahkan, usulan ini akan disampaikan pada KPU Pusat setelah berkonsultasi dengan Pemkot Makassar. Untuk itu, KPU Makassar telah meminta pemkot merampungkan segera daftar pemilih di Makassar.
Awal pekan lalu, Selasa (19/2), tanpa dihadiri Ketua KPU Zulkifli Gani Ottoh, tiga anggota KPU Makassar (Pahir Halim, Maqbul Halim, dan A Syahrir Makkuradde) menggelar rapat koordinasidengan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dan Wawali Andi Herry Iskandar. Dalam rapat itu diputuskan untuk konfirmasi ke mendagri (lihat, Upaya Pemkot dan KPU).
Kendala lain di pilkada Makassar adalah penyesuaian jadwal dengan asumsi terjadi dua putaran. Ini berpeluang terjadi jika pasangan calon yang ditetapkan nanti adalah di atas empat calon. Sedangkan kendala psikopolitiknya, adalah vasted interst Ketua KPU Makassar, yans hingga saat ini juga aktif mensosialisasikan diri dan melobi partai politik sebagai calon kepala daerah. "Aturan ini harus jelas, jangan sampai dia juga wasit dia juga jadi pemain," kata Armad Rachman, tokoh muda Golkar Makassar mengingatkan.

Sumber: Portal Online Tribun Timur
http://www.tribun-timur.com/view.php?id=65317&jenis=Politik
Tanggal 25 Februari 2008
Selengkapnya >>

Kamis, 21 Februari 2008

Menuju 01 Makassar 2008

Saya sudah menyaksikan berbagai baligo, spanduk dan poster yang menjajakan wajah orang-orang yang yakin dapat terpilih menjadi walikota atau wakil walikota. Semuanya beragam, tergantung dari seragam yang mereka gunakan, atau panorama yang melatari gambar/foto mereka. Ada tiga dari mereka yang menurutku adalah sahabatku: Adil Patu, Ilham Arief Sirajuddin, dan Zulkifli Gani Ottoh. Selebihnya adalah teman saya juga seperti Jaffar Sodding, Abraham Samad, dan Busra Abdullah.

Ilham adalah ketua DPD Partai Golkar Kota Makassar. Sebelum ia terpilih sebagai walikota Makassar melalui Perlemen tahun 2004, ia adalah calon anggota terpilih DPRD Kota Makassar melalui Pemilu Legislatif 2004 dari Daerah Pemilihan (DP) III: Kec. Panakkukang dan Kec. Manggala. Ketika itu, ia juga sudah menjabat sebagai ketua DPD Partai Golkar Kota Makassar. Pada Pemilu 1999, Ilham juga terpilih untuk duduk sebagai wakil rakyat di perlemen propinsi Sulsel untuk tahun 1999-2004. Ketika ia menjadi legislator itu juga, saya sempat bertemu beberapa kali di kantor tabloid berita tempatku bekerja sebagai wartawan.

Zulkifli Gani Ottoh adalah kolega saya di KPU Kota Makassar. Sampai sekarang, ia masih menjabat sebagai ketua. Ia menyandang jabatan di berbagai organisasi. Tahun 2007, ia terpilih sebagai ketua PWI Sulsel. Ia juga menjadi komisaris pada berbagai perusahaan yang tergabung dalam korporasi bisnis FAJAR Grup. Saya mengenal Pak Ottoh kira-kira sembilan tahun silam, yakni sekitar tahun 1999. Waktu itu, ia bersama koleganya di Harian FAJAR menjadi seteru Nurdin Halid, pemilik tabloid berita tempat saya bekerja sebagai wartawan.

Ada lagi sahabatnya yang bernama Adil Patu. Saya belum terlalu lama mengenalnya. Saya baru mengenal dia kira-kira tujuh tahun silam. Itu pun karena ia akrab dengan Pak Darwis (dosen dan senior saya di Fisip dan Identitas Unhas), dan juga dengan kawan-kawan saya seperti Syamsu Rizal MI dan Kahar Gani. Pada awalnya, saya lebih banyak mengenalnya sebagai kader Golkar yang dikarbit-orbit oleh Marwah Daud Ibrahim. Saya akhirnya banyak berinteraksi dengannya ketika saya di Elsim Makassar sebagai peneliti media.

Setelah terpilih sebagai anggota KPU Kota Makassar periode 2003-2008, saya pun semakin banyak berinteraksi dengan mereka. Ketika Pemilu Legislatif 2004 sedang menderu, Adil Patu merasa kurang beruntung. Berbagai analisis hasil Pemilu tidak menyebut politisi yang satu ini berhasil mendapatkan kursi di perlemen Sulsel. Demikian juga hasil penghitungan sementara yang lansir oleh harian FAJAR, Pedoman Rakyat dan Tribun Timur, politisi yang hengkang dari Golkar Sulsel pada 2002 ini juga tidak dinominasikan sebagai calon anggota legislatif DPRD Sulsel dari Partai PDK yang bakal mendapatkan kursi.

Di sinilah, Adil Patu mampu mendesain teka-teki yang kian hari, kian sulit dijawab. Saya sendiri waktu itu (April 2004) sebagai anggota KPU Kota Makassar juga terperangkap kebingungan. Adil Patu memperoleh kursi di DPRD Sulsel dari Partai PDK untuk Daerah Pemilihan Sulsel I: Kota Makassar. Ia meruntuhkan dan merobohkan prediksi media dan analis. Ia, kira-kira, berdiri tegap bagai kesatria menunggu penantang sambil berkata: "Bukan hanya Golkar yang bisa memberiku kursi, diriku juga mampu." Saya sendiri tidak menemukan manfaat ketika hendak mencari tahu, penyebab apa gerangan sehingga Adil Patu memperoleh kursi di DPRD Sulsel untuk periode 2004-2009.

Beberapa pihak menduga bahwa kursi itu diperoleh Adil itu adalah berkat keterlibatannya dalam koalisi yang diberi nama "LINTAS PARPOL". Suatu koalisi yang setidaknya menghimpun beberapa partai politik peserta Pemilu Legislatif 2004 Kota Makassar seperti PSI, Partai Demokrat, PAN, PDI Perjuangan, PNBK, PDS, dan seterunya. Koalisi ini sendiri digagas oleh Reza Ali, Ketua Partai Demokrat Sulawesi Selatan. Belakangan setelah koalisi itu terbentuk, bergabung pula Adil dengan menggandeng Partai PDK-nya. Meski Adil adalah tamu yang baru saja memasuki "ruang koalisi", ia mampu meyakinkan penghuni lama untuk mempercayainya sebagai koordinator Lintas Parpol. Praktis setelah itu, ia menjadi satu-satunya orang yang memegang setir kendali Lintas Parpol, sekaligus membatasi akses Reza Ali dalam koalisi. Akhirnya, koalisi yang dibentuk oleh Reza Ali ini hampir menjadi milik Adil Patu.

Mereka, partai-partai dalam koalisi itu, menyeruduk kantor PPK Kec. Manggala dan membawa kabur beberapa barang inventaris kantor kecamatan. Beberapa orang, seperti petugas PPK di kantor kecamatan, melihat Adil Patu bersama massa Lintas Parpol yang menggerubuti kantor kecamatan ketika itu. Ia bersama massa koalisi juga sempat menyandera masyarakat dan anggota PPS Kelurahan Pai Kecamatan Bringkanaya yang tengah merekap hasi penghitungan suara TPS-TPS. Adil dan massa koalisinya melakukan penyanderaan itu di kantor Kelurahan Pai selama sekitar dua jam. Demikian pula ketika itu, Adil dan massa Lintas Parpol-nya juga sempat menduduki kantor KPU Kota Makassar. Di selama "pendudukan" itu, Adil memimpin penghitungan ulang beberapa kota suara tanpa memperdulikan mekanisme yang ada dalam UU Pemilu No. 12 Tahun 2003. Saya menamai kegiatan itu dengan istilah "MENGHITUNG SENAK UDELNYA". Selama dua hari itu, kantor KPU Kota Makassar menjadi lebih semraut dari pasar tradisional yang tidak terurus dan terawat. Saya belum mengerti sampai sekarang, pihak mana yang memberi mereka peluang untuk melakukan penghitungan ulang itu? Dan, apa pula yang melatari sehingga Ketua KPU Kota Makassar, Zulkifli Gani Ottoh; Koordinator Lintas Parpol, Adil Patu; dan Ketua Panwas Kota Makassar, Ma'ruf Hafidz, berangkat ke Jakarta untuk mengkonsultasikan berbagai hal yang dipermasalahkan oleh froum Lintas Parpol ini.

Berdasarkan analisis Litbang media-media cetak lokal sebelum rapat pleno penetapan suara oleh KPU Kota Makassar dan KPU Propinsi Sulsel, saya dapat mengatakan bahwa Partai PDK Propinsi Sulsel dan Partai PDK Kota Makassar mendapatkan masing-masing satu kursi setelah berbagai kegiatan Forum Lintas Parpol itu. Sebaliknya, hasil yang dicapai forum Lintas Parpol yang dikoordinir oleh Adil ini justru mengecewakan Reza Ali. Pasalnya, kata Nuryanto G. Liwang (sekretaris Partai Demokrat Kota Makassar) setahun setelah Pemilu 2004, Forum Lintas Parpol ini digagas oleh Reza Ali bersama beberapa parpol lain untuk mempertahankan satu kursi DPRD Kota Makassar dari DP III (Kecamatan Panakkukang dan Manggala) yang bakal diperoleh Partai Demokrat. Beberapa bulan setelah penetapan kursi untuk DPRD Kota Makassar oleh KPU Kota Makassar, Reza Ali baru mengetahui bahwa forum Lintas Parpol ternyata tidak memperhatikan satu kursi yang terancam lepas dari Partai Demokrat tersebut. Akhirnya, Partai Demokrat Kota Makassar kehilangan satu kursi DPRD Kota Makassar itu, dan beralih ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PPP tidak bergabung dengan koalisi Lintas Parpol.

Akhirnya, Adil Patu dilantik sebagai anggota DPRD Sulsel 2004-2009. Ia kembali mendapatkan status "terhormat" sebagai wakil rakyat Sulawesi Selatan, mewakili rakyat di Kota Makassar yang sebagian sangat kecil memilih Partai PDK. Panggung yang disebut kantor DPRD Sulsel itu, kembali hadir di hadapan Adil Patu. Jurus-jurus legislator Adil kembali terhunus dan siap mengayun-tebas pada argumen-argumen pejabat ekskutif Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan. Ia bukan lagi Golkar di panggung itu. Ia adalah "Golkar Putih".

Saya juga punya kesan tentang Adil Patu yang sangat berarti untuk memahami politisi yang satu ini di tahun-tahun berikutnya. Momen itu adalah program Temu Konstituen yang dijalankan oleh CETRO di Makassar pada 2001. Saya sendiri terlibat sebagai sekretaris program. Waktu itu, CETRO bermitra dengan Polling Center (lembaga yang dibentuk H.M. Darwis, MA, DPS) untuk melaksanakan beberapa kegiatan rangkaian. Salah satunya rangkaian kegiatan adalah Perbincangan Radio (Talk) di Mercurius FM. Saya lupa dengan dipanel dengan siapa Adil Patu waktu. Pada prinsipnya, Adil Patu berusaha meyakinkan publik bahwa masyarakat, termasuk masyarakat Sulawesi Selatan, belum siap untuk memilih langsung kepala daerahnya. Pernyataan itu juga masih diulang ketika ia berbicara di Delta FM dan Independen FM. Banyak alasan yang dikemukakan untuk menguatkan pernyataannya. Saya menilai waktu itu, ia tidak mempercayai rakyat Sulsel bahwa mereka bisa dewasa menentukan pilihannya.

LIMA bulan bekalangan ini, Adil Patu kian gencar mengumumkan dirinya sebagai calon Walikota Makassar untuk periode 2009-2014. Hasratnya menyerupai badai: bergetar, tapi tetap pelan. Ia menggebrak tapi tak menabrak. Saya salut, lalu kemudian bangga. Ia nyata bergerak tetapi tetap rumit dipahami: ke arah mana, dengan cara apa, dan mampukah ia berjalan? Apa pun yang terjadi, Adil Patu telah mampu menyapa, dan juga tersenyum, dalam diam dan kaku di setiap sudut jalan dan lorong-lorong gelap di kota Makassar. Di gambar dan foto itu, Adil Patu tidak pernah marah, cemberut, atau terlihat sinis. Ia ramah, penuh sahabat, rapi-necis, dan ada keyakinan yang kuat dari pancaran matanya.

Ia juga sempat melepaskan beberapa tetes "air gula" kepada teman sejawatku, Zulkifli Gani Ottoh. Kepada Ottoh, Adil berkomitmen di akhir 2007 untuk menjadikannya sebagai wakilnya pada Pemilu Pilkada Walikota Makassar tahun 2008 ini. Belakangan saya memahami bahwa komitmen itu sangat rapuh, mengambang seperti serat kapas yang terburai di angkasa. Meski seperti itu adanya, Adil mampu memberi keyakinan kuat sehingga Ottoh tidak mampu meragukan segala-galanya dari Adil. Awal Februari lalu, Nurmal Idrus (wartawan Berita Kota Makassar) mengaku kepada saya bahwa paket pasangan Adil - Ottoh adalah cerita yang tidak akan pernah ada. Nurmal mengagumi firasatku setelah mengambil kesimpulan seperti itu.

Ia juga kian rajin menyusup ke rumah-rumah penduduk miskin di kota Makassar. Ia tidak perduli larut malam atau siang bolong. Beberapa bulan yang lalu, mungkin sekitar empat bulan, ia tidak seperti itu. Ia biasa-biasa saja terhadap siapa pun. Ia hanya seorang mantan guru yang bisa akrab dengan tokoh-tokoh elit dan feodal. Dulu, sejak 2004, hidupnya tidak pernah tersandra oleh derita miskin yang dialami oleh penduduk kota Makassar yang kurang beruntung. Sebelum mengutarakan niatnya menjadi calon walikota di akhir 2007 lalu, ia hanya minta restu dari mantan calon gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo. Bukan kepada orang miskin atau warga kota Makassar ia meminta restu.

Selengkapnya >>

Ilham Bingung Saat Mengundurkan Diri

DPRD: Kami Juga Bingung

MAKASSAR, BKM-Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin mengaku bingung dengan aturan mengenai waktu penyampaian pengunduran dirinya sebagai Walikota Makassar.

Sesuai aturan, seorang kepala daerah yang akan mengakhiri kepemimpinannya mesti melaporkan pengunduran dirinya ke DPRD paling lambat enam bulan sebelum masa jabatannya berakhir. Namun, meski telah melaporkan akan berakhirnya kepemimpinannya, seorang kepala daerah seperti yang tersebut dalam UU No. 32/ 2004 tetap dipersilakan untuk melanjutkan masa jabatannya sampai berakhir periodenya.


Kebingungan Ilham didasari oleh adanya perintah UU yang mewajibkan daerah yang mengakhiri masa tugasnya pada 2009, mesti memajukan jdawal pemilihannya ke Desember 2008 atau paling tidak ke 2010, seperti yang terjadi pada Makassar. Ilham sendiri baru berakhir masa tugasnya pada 8 Mei 2009. "Mei 2009 tugas saya berakhir sebagai walikota. Nah, dijadwalkan November surat dari pusat datang sedang Pilwali direncanakan Desember, ini kan tidak mungkin," kata Ilham, Selasa.
DPRD Makassar sendiri juga ikut bingung kapan memberikan pemberitahuan pengunduran diri kepada walikota. Ketua DPRD Makassar Adnan Mahmud, mengaku hingga kini belum ada penjelasan dari pemerintah pusat mengenai kapan pihaknya memberikan pemberitahuan kepada walikota tentang masa tugasnya berakhir. "Kami di DPRD juga sementara berusaha mencari tahu aturannya. Sesuai peraturan, kami mesti memberitahukan enam bulan sebelumnya, artinya November baru kami sampaikan. Persoalannya, kita ketahui proses Pilwali Makassar akan dimulai Desember 2008. Kan tidak mungkin proses pilwali dimulai November sementara Desember sudah pemilihan," katanya, kemarin.
Anggota KPU Makassar, Maqbul Halim, mengatakan pemerintah pusat khususnya Mendagri mesti memberikan penjelasan mengenai hal ini. "KPU akan mulai bekerja memproses Pilwali Makassar begitu memperoleh pemberitahuan dari DPRD tentang akan berakhirnya masa jawababan walikota. Jika tidak ada pemberitahuan tentu kami tidak bisa memulainya. Kami paham kebingungan Pemkot dan DPRD karena payung hukum tentang itu memang tidak ada. Makanya, pemerintah pusat mestinya memberi penjelasan," katanya.(Cm2-mal/B)
BKM Edisi Kami, 21 Februari 2008.
Selengkapnya >>

Senin, 18 Februari 2008

Surat Terbuka buat Kapolwiltabes Makassar

MELALUI kolom terbuka ini, saya ingin bertanya kepada Bapak Kapolwiltabes Makassar tentang sikap anak buahnya di lapangan. Jelasnya, apa sikap Bapak Kapolwiltabes apabila ada personelnya yang bertugas di kawasan KTL persimpangan Jl. Pettarani dan Urip Sumoharjo, membiarkan pengendara mobil menerobos lampu merah? Sebaliknya, membentak pengendara mobil yang melintas ketika lampu hijau menyala, dan memberi jalan kepada penerobos lampu merah tersebut?


Untuk lebih jelasnya, personel yang saya maksud bernama LP Payung. Kejadiannya pada Jumat, 15 Februari dan pelaku atau penerobos lampu merahnya adalah mobil dengan nopol DD 8035 BE.

Dan agar lebih jelas lagi, sebenarnya yang mendapat bentakan dari bapak LP Payung itu adalah saya sendiri. Di tempat kejadian, saya sebenarnya sudah meinta kepada Pak Payung agar saya ditilang dengan menyodorkan SIM dan STNK kendaraan karena saya berkesimpulan bahwa diri saya dipersalahkan akibat bentakannya. Tapi ia hanya bingung dan kemudian kembali menghardik.

Terus terang, saya kecewa karena ia tidak tergas terhadap penerobos lampu merah tersebut. Pada hari itu, saya adukan perilaku Pak Payung kepada Kasatlantas Polwiltabes Makassar. Saya lebih kecewa lagi karena Pak Kasatlantas senditi tidak bersikap tegas, menyalahkan atau membenarkan tindakan anak buahnya yang bernama LP Payung itu.

Inti Kekecewaan saya adalah mengapa pelanggar tidak ditegur, sementara pengendara yang tidak melanggar justru yang dibentak bagaikan seorang pecundang. Karena itulah, maka melalui kolom terbuka ini saya menanyakan langsung kepada Bapak Kapolwiltabes seperti apa sikapnya terhadap anak buahnya yang bersikap seperti Bapak LP Payung, berikut kasat Kasatlantas Polwiltabes Makassar tersebut.

Maqbul Halim
Perumnas Tidung, Makassar

(Kolom Surat Dari Pembaca di atas dimuat pada halaman 4 Harian FAJAR Edisi Senin, 18 Februari 2008.)
Selengkapnya >>

Minggu, 17 Februari 2008

Jenguk Pemilu Pilkada Bone

Saya baru saja tiba di Makassar dari menyaksikan hari pencoblosan Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bone di Kota Watangpone. Saya menyaksikan dan merasakan beberapa hal menarik, namun bukan tentang masalah-masalah pilkada tersebut.


Saya berangkat berombongan, ada Yusuf Pani (Kasubag Teknis KPU Makassar), Andi Syahrir Makkuradde, dan Nurjaya Said (Opi), dan pak Syam yang menyetir mobil. Kesan lain mulai saya rasakan ketika tengah dalam perjalanan menuju Kabupaten Bone. Ketika mampir rehat di Rumah Makan MANDIRI, daerah Camba, Kab. Maros, mata saya tertuju pada dinding rumah kaca yang dipenuhi kalender dan poster orang-orang yang merasa dirinya bisa menjadi calon bupati dan kemudian yakin pula akan terpilih sebagai bupati atau wakil.

Salah satu yang menarik adalah kalender yang memuat gambar Hendra Sudrajat, Anggota KPU Soppeng (2003-2008). Kalender itu menampilkan foto-foto berbagai kegiatan sosial Hendra dan kegiatan-kegiatan lain sebagai anggota KPU Soppeng maupun sebagai pengurus inti pada berbagai organisasi masyarakat. Beberapa saat setelah tiba di Watangpone dan kemudian ke kantor KPU Bone, saya akhirnya bertemu dengan Hendra. Ia mengaku pada saya bahwa kalender itu dipasang oleh sopir-sopir mobil angkutan daerah yang selalu mampir istirahat di rumah makan tersebut.

Saya bertanya sederhana mengenai maksud pembuatan dan pemasangan kalender itu kepadanya. Ia tidak menjawabnya. Ia berusaha menutup sikap gugupnya atas pertanyaan itu, ia menjawab dengan semilir senyum khasnya. Menurutku, ia berusaha bercanda dengan mengatakan bahwa kalender itu juga bisa menjadi bekal kalau ada peluang menjadi calon walikota Makassar nantinya. Hingga saya berpisah akibat larut malam, ia juga belum memberi jawaban yang menurutku betul.

Masih di depan pekarangan kantor KPU Bone, saya juga berbincang dengan anggota KPU Selayar, St. Nusra Azis. Usra, sapaan akrabnya, menyodorkan pada saya segulung kalender tahun 2008. Kalender itu hanya terdiri dari satu lembar saja. Isinya adalah foto bareng lima anggota KPU Selayar. Empat laki-laki mengenakan seragam baju koko dipadu peci yang nangkring di kepala masing-masing. Mahading, ketua KPU Luwu Timur mengomentari: "Mirip dengan Imam Kampung yang baru usai membaca doa Barsanji."

Saya juga mendapat berbagai pertanyaan mengenai kalender dan poster Ketua KPU Makassar, H. Zulkifli Gani Ottoh. Sebagaian saya jawab dan sebagiannya lagi saya lewatkan dengan senyum saja.

"Maqbul, mau tongka' buat dan pasang poster dan kalender fotoku seperti Pak Zul di Makassar. Tapi malu-malu ka juga," ujar Andi Anjayani, anggota KPU Kota Parepare.

Saya menimpali pertanyaannya bahwa dulu kalau ada tokoh yang ingin jadi bupati, walikota atau gubernur, terlebih dahulu mereka harus punya hubungan jaringan dengan "Cendana". Sekarang, cukup mempunyai jaringan ke percetakan digital printing. Ia tertawa besar, dan matanya semakin sipit.

Kalender dan poster Pilkada memang menantang, sekaligus bisa meledek pemiliknya.
Selengkapnya >>

Dua Anggota KPU Makassar Pantau Pilkada Bone

Minggu, 17-02-2008 | 13:55:51
Laporan: Jumadi Mappanganro, jum_tribun@yahoo.com

Watampone, Tribun - Dua anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar yakni Maqbul Halim dan Syahrir Makkuradde saat ini sedang memantau jalannya pencoblosan hingga penghitungan suara di Kabupaten Bone.


Keduanya memantau secara terpisah. Maqbul siang ini sedang berada di TPS 4, Kelurahan Watampone, Kecamatan Tanete Riattang, tempat pencoblosan calon Bupati Bone incumbent Idris Galigo.

Sedangkan Syahrir sedang memantau jalannya penghitungan suara di Kelurahan Manurungnge, dekat rumah adat Bone, Bola Soba.

Kedua anggota KPU Makassar itu telah berada di Bone, Sabtu (16/2) malam. Keduanya menginap di Hotel Arta Inn, Jl Ahmad Yani, Watampone.(*)

Sumber: http://www.tribun-timur.com/view.php?id=64423&jenis=Makassar
Akses tanggal: 17/02/2008
Selengkapnya >>

Sabtu, 16 Februari 2008

Yang terhormat Kapolwiltabes

Apa sikap pimpinan Polwiltabes apabila ada personelnya (L.P. Payung) yang bertugas di kawasan KTL persimpangan Jl Pettarani dan Jl Urip pada Jumat, 15 Februari lalu yang membiarkan pengendara mobil dengan nopol DD 8035 BE menerobos lampu merah tetapi tidak memberi tindakan. Polisi yang bernama L.P. Payung ini justru membentak


pengendara mobil yang melintas ketika lampu hijau agar memberi jalan kepada penerobos lampu merah tersebut. Di tempat kejadian, saya meminta kepada Pak Payung agar saya ditilang dengan menyodorkan SIM dan STNK kendaraanku karena saya berkesimpulan bahwa diri saya dipersalahkan akibat bentakannya. Tapi, ia hanya bengong dan kemudian kembali menghardik. Saya kecewa karena ia tidak tegas terhadap penerobos lampu merah tersebut. Pada hari itu, saya adukan perilaku Pak Payung kepada Kasatlantas Polwiltabes Makassar. Saya lebih kecewa lagi karena Pak Kasatlantas sendiri tidak bersikap tegas, menyalahkan atau membenarkan tindakan anak-buahnya yang bernama L.P. Payung itu.

Inti kekecewaan saya adalah mengapa pelanggar tidak ditegur, sementara pengendara yang tidak melanggar yang dibentak.

Maqbul Halim
Perumnas Tidung
Selengkapnya >>

Gara-gara Zebra, Perempatan Tol-Pettarani Macet Total

Jumat, 15-02-2008 | 15:24:48
Laporan: Andi Syahrir. tribuntimurcom@yahoo.com
Makassar, Tribun - Gara-gara sebuah mobil Zebra dengan nomor polisi DD 8035 BE menerobos lampu merah, perempatan Jl Tol Reformasi-Jl AP Pettarani macet total, saat ini.


Ini berawal ketika Zebra dari arah DPRD Sulsel di Jl Urip Sumoharjo nekad menerobos lampu merah di perempatan tersebut.
Sementara karena lampu hijau dari arah Jl AP Pettarani sudah menyala, kendaraan pun langsung bergerak, termasuk mobil milik anggota KPU Makassar, Maqbul Halim. Karena sama-sama jalan, kedua kendaraan bertemu di tengah-tengah.
Lalu, disusullah berentetan kendaraan lain di belakangnya. Karena saling ngotot, ketika lampu lalu lintas berubah sebaliknya, arus lalu lintas pun menjadi macet.
Bukannya berupaya mengatasi kemacetan dan mencoba saling mengalah, para pengendara yang terjebak macet ini malah saling menyalahkan.
Hingga saat ini, mereka masih berdebat. Dan situasi lalu lintas masih macet dan bakal kian panjang mengingat perempatan ini merupakan salah satu lalu lintas utama di Kota Makassar.(*)
Sumber: http://www.tribun-timur.com/view.php?id=64124&jenis=Makassar
Tanggal Akses: 16 Februari 2008
Selengkapnya >>

Kamis, 14 Februari 2008

KPU Makasar Blank Pelaksana Pilkada

Kamis, 14-02-2008

Makassar, Tribun - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar hingga kini masih 'blank" atau belum mengetahui siapa yang akan menangani Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Makassar yang rencananya akan digelar akhir 2008 mendatang.


Soalnya, hingga kini, KPU Pusat belum mengeluarkan pentunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan pilkada di kabupaten/kota se-Indonesia. KPU masih menunggu keputusan DPR-RI yang membahas masalah anggaran pilkada.

Anggota KPU Makassar, Pahir Halim, mengatakan, jika jadwal pilkada berlangsung normal pada bulan Desember, maka pelaksananya adalah anggota KPU yang baru dipilih. Namun jika pilkada dimajukan pada bulan Oktober, maka pelaksananya adalah anggota KPU lama.

Pascahengkangnya Tanri A Palallo ke KPU Sulsel, di Makassar kini sisa empat pelaksana. Zulkifli Gani Ottoh (ketua), Pahir Halim, A Syahrir Makkuradde, dan Maqbul Halim. Zulkifli kini sudah menyebar spanduk dan alat peraga sosialisasi bergambar dirinya untuk bersaing di Pilkada Kota Makassar. Dia juga sudah mengincar dan membangun komunikasi dengan sejumlah elite partai di Makassar .

Kemungkinan pilkada dimajukan bulan Oktober tetap terbuka untuk mengantisipasi terjadinya pemilihan putara kedua. Hal itu memungkinkan jika jumlah kandidat yang maju lebih dari tiga orang.

Sumber: http://www.tribun-timur.com/view.php?id=63922&jenis=Politik
Tanggal: 14 Feb 2008
Selengkapnya >>

Jumat, 08 Februari 2008

Papernas Datangi KPU Makassar

Kamis, 31-01-2008

Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) Makassar, yang beranggotakan sekitar puluhan warga dari berbagai unsur, mendatangi Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar, Rabu (30/1). Mereka meminta agar KPu memberikan peluang kepada calon independen.


Aksi demonstrasi, dengan membawa spanduk bertuliskan Papernas DPD II Makassar, menyerukan calon independen sekarang juga atau tunda Pilkada Kota Makassar.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Papernas, Muh Basri Tahir, dalam orasinya mengatakan calon independen atau calon perseorangan dalam pengertian pencalonan kepala daerah, itu berarti tidak perlu melewati saluran lama yang hanya menggunakan satu pintu, yaitu partai-partai yang memiliki kursi di DPRD tapi cukup melalui sejumlah dukungan dari rakyat.
"Langkah politik yang maju berupa politik yang lebih demokratis, harus kita apresiasi, terlebih sebelumnya juga sudah diloloskan UU pemilihan langsung dari Ketua RT sampai Presiden. Dengan munculnya peluang calon independen untuk maju, peluang untuk memajukan calon-calon kita sendiri terbuka lebar terlebih rakyat pada hari ini, juga mulai muak dengan tingkah partai-partai yang sementara ini masih didukung rakyat tapi justru program-program politik kepemerintahannya tak sesuai dengan harapan rakyat," katanya.
Sebanyak sepuluh perwakilan dipersilahkan masuk untuk menemui anggota KPU. Tiga anggota KPU yang menerima demonstran itu yakni, Makbul, Pahir Halim dan A Syahrir Makkuradde.
Pahir Halim, mengatakan logikanya calon independen (perseorangan) akan dibicarakan karena sudah dibahas di DPRD. DPRD harus dihormati, KPU disini tinggal menunggu hasil dari DPRD. (jas/aka/C) ()

http://www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=15727
Akses: Tanggal 08/02/2008
Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim