SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Sabtu, 28 Januari 2012

Waspadai Negative Campaign

Jumat, 27-01-2012

MAKASSAR, UPEKS—Jelang Pilgub Sulsel 2013, negative campaign atau kampanye negatif mulai dimunculkan orang-orang tak bertanggung jawab.

Pakar sosiologi dan politik, Andi Haris mengingatkan fenomena seperti itu muncul setiap kali ada hajatan politik, misalnya pemilihan kepala daerah.

“Isu ini tidak perlu digubris. Masyarakat sekarang sudah bisa melihat dan menilai mana informasi yang bisa diterima dan mana yang menyesatkan,” lugas dosen Fakultas Sospol Unhas ini menanggapi dampak kampanye negatif jelang pilkada.

Lebih jauh, Haris menilai Pilgub Sulsel 2013 mendatang semakin semarak, karena calon yang telah menyatakan kesiapannya memiliki basis pendukung yang hampir sama kuat. “Masyarakat sudah mengetahui, mana pemimpin yang telah berbuat untuk mereka. Sumbangsih apa yang telah diberikan kepada rakyatnya. Bukan hanya karya kata tetapi berkarya yang bisa dirasakan langsung masyarakat karena bisa melihat prestasi yang di dapat masing-masing calon,” paparnya.

Menanggapi adanya selebaran yang beredar yang menyatakan penolakan terhadap dinasti politik Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Sulsel, Kepala Lingkar Jurnal Indonesia (LJI) Sulsel, Dedy Alamsyah mengungkapkan, dalam politik langkah-langkah seperti itu adalah hal yang wajar.

Meski begitu, langkah tersebut juga tidak dapat dikatakan black campaign, namun lebih pantas jika disebut negative campaign.

"Black campaign itu harus ditahu dulu definisinya. Karena, dalam politik ada black campaign dan ada negative campaign. Kalau yang seperti ini, negative campaign. Karena, informasinya betul-betul kejadian bahwa dinasti ini menduduki jabatan di pemerintahan. Kalau black campaign lebih kepada tindakan fitnah atau tidak benar adanya," katanya saat dihubungi via selularnya, kemarin.

Menurutnya, jika memang dari selebaran itu ada pihak yang memang merasa dirugikan, maka pihak yang bersangkutan harus memiliki bukti untuk dilaporkan ke pihak terkait. Soal isi selebaran yang menyatakan penolakan terhadap dinasti SYL, Dedy meminta agar masyarakat dapat lebih selektif dalam menerima informasi.

Pasalnya, masyarakat harus melihat dinasti seseorang dalam dunia politik berdasarkan kompetensinya. "Kita tidak bisa begitu saja menolak dinasti, soal dinasti kita harus melihat kompetensinya. Kalau dalam politik ini hal-hal yang positif dan wajar. Jadi harus ditanggapi santai saja. Karena, memang ini kejadian," ungkapnya sambil mempertanyakan siapa yang menyebar selebaran tersebut ?.

Menanggapi hal yang sama, Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo secara positif menerima adanya selebaran itu. Bahkan, itu dapat menjadi referensi yang baik baginya. "Saya hanya bisa menjadikan hal itu sebagai referensi yang baik dan saya harus diterima secara positif. Dari dulu keluarga yang mengabdi kepada rakyat," jelasnya.

Sebelumnya, lewat akun twitter @maqbulhalim, fungsionaris DPD Partai Golkar Sulsel Maqbul Halim “berkicau” bahwa ada tim khusus yang sengaja menjelek-jelekkan Ketua DPD Golkar Sulsel, Syahrul Yasin Limpo.

”Hari ini, tim pesaing #SYL pd Pilgub Sulsel 2013 sedang sebarkan selebaran "kampanye hitam": "tolak dinasti politik SYL" Demikian tweet mantan Anggota KPU Makassar yang diposting Rabu (25/1) sekira pukul 17.00 WITA. Dalam selebaran tersebut digambarkan sosok Syahrul memakai mahkota dengan background koin emas dan kotak harta karun. Foto keluarga Syahrul terpampang lebih kecil dilengkapi nama dan jabatannya masing-masing. Penyebar selebaran ini mengatasnamakan Gerakan Masyarakat Tolak Nepotisme (Gemas).

Salah satu masyarakat yang dimintai pendapatnya tentang selebaran tersebut, Anton (30) mengatakan tak terpengaruh dengan adanya informasi tersebut. “Usaha memenangkan (pemilu) dengan mengedepankan aspek negatif dari lawan, bukan mengedepankan sisi positif dari dirinya sendiri. Ini termasuk dalam hal penghancuran karakter dan tidak fair. Justru, dalam kampanye yang baik, calon seharusnya menyampaikan kelebihan-kelebihannya yang tidak dimiliki sama kompetitor yang lain, bukannya menjatuhkan,” sindirnya.

Sumber: http://www.ujungpandangekspres.com/index.php?option=read&newsid=79772
Akses Tanggal 28 Jan 2012

Selengkapnya >>

Inilah Selabaran Kampanye Hitam Tolak Dinasti SYL

Tribun Timur - Kamis, 26 Januari 2012 14:25 WITA

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM -- Fungsionaris DPD Partai Golkar Sulsel Maqbul Halim, Kamis (26/1/2012) akhirnya membuka selebaran "kampanye hitam" soal dinasti politik Ketua DPD Golkar Sulsel, Syahrul Yasin Limpo.

Dalam selebaran yang dikirim itu, Syahrul terlihat mengenakan mahkota. Laiknya raja. Sementara di bawahnya, ada gambar istri, anak, saudara, dan kemenakannya.

Selebaran Kampanye Hitam, soal Dinasti Politik Syahrul YL ini diperoleh Tribun dari fungsionaris DPD Golkar Sulsel, Maqbul Halim. Dia mengirimkannya, setelah tribun memintanya. Dia mengirimkannya melalui akun twitternya.

Sebelumnya, melalui akun twitternya, @maqbulhalim, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar ini, menyebut ada selebaran kampanye hitam yang menolak Dinasti politik SYL.

"Hari ini, tim pesaing #SYL pd Pilgub Sulsel 2013 sedang sebarkan selebaran "kampanye hitam": "tolak dinasti politik SYL"." demikian postingan Maqbul yang dilansir sekitar pukul 11.31 wita.

Di timeline aktivis kampus Unhas orde Reformasi ini, sebelumnya, dia memposting status, "rakernis dpp golkar, clarion hotel makassar."
Saat tribun mengkonfirmasi ini, dimana gerangan selebaran itu," Maqbul menjawab,

"Sebagian dimuat tribun timur hari ini."
Tribun timur edisi print, Kamis (26/1/2012) di rubrik tribun lapsus, di halaman 23, memang menurunkan artikel dengan judul "Nurdin Bela Dinasti Syahrul di Golkar".
Pernyataan Nurdin ini dikemukakan saat menjadi pembicara acara talkshow Obrolan Karebosi, Selasa (24/1/2012) malam. (ilo)

Penulis : Ilham
Editor : Muh. Irham

Sumber: http://makassar.tribunnews.com/2012/01/26/inilah-selabaran-kampanye-hitam-tolak-dinasti-syl
Akses: 28 Jan 2012
Selengkapnya >>

Kamis, 26 Januari 2012

Rival SYL Lancarkan Kampanye Hitam

Makassar, 26 Januari 2012

Jalan menuju Pilgub 2013 bagi Syahrul Yasin Limpo (SYL), bakal melintasi koridor yang sarat dengan kampanye hitam (black campaign). Kampanye yang bisa membuat perasaan tidak tenang itu bakal mengarah ke pribadi maupun keluarga SYL. Bukannya kritik tentang program-program SYL sebagai gubernur Sulsel.

Sejak munculnya pesaing SYL yang akan menantang pada Pilgub Sulsel 2013 mendatang, kampanye hitam telah beberapa kali muncul dalam bentuk gambar dan teks. Intensitas kampanye hitam ini makin meningkat sejak adanya deklarasi rival SYL yang menyatakan tekadnya menghadapi SYL pada Pilgub Sulsel 2013 mendatang. Subyek kampanye hitam tampak seirama dengan kegiatan-kegiatan SYL, entah itu sebagai ketua DPD Golkar Sulsel, maupun sebagai Gubernur Sulsel.

Hari ini (26/01), kampanye hitam terhadap keluarga SYL kembali terbit dalam bentuk selebaran yang ditempel pada dinding tembok atau tiang-tiang listrik pada beberapa sudut tempat di Kota Makassar sejak pagi. Selebaran itu memuat gambar dan tulisan yang intinya menolak dinasti politik Syahrul Yasin Limpo. Gambar ini berhasil direkam melalui kamera telepon seluler dan kemudian beredar di Facebook dan Black Berry.

Pada hari yang sama di pagi hari itu, koran Tribun Timur edisi cetak Kamis, 26 Januari yang sedang dalam antaran loper ke rumah-rumah pelanggan, juga memuat berita dengan judul “"Nurdin Bela Dinasti Syahrul di Golkar". Berita itu merupakan saripati dari perbincangan Nurdin Halid dan Ibnu Munsir pada salah satu stasiun televisi di Kota Makassar. Berita itu memuat juga daftar foto dan nama keluarga SYL yang berpolitik, yang di Partai Golkar maupun yang bukan.

Sebelumnya, berbagai gambar kampanye hitam sudah beredar luas, baik melalui jaringan smartphone Black Berry, maupun melalui jejaring internet. Dari penerbitan kampanye hitam secara reguler tentang sisi negatif pribadi dan keluarga SYL tersebut, dapat disebutkan bahwa kampanye ini memang tersusun secara terencana dan bersifat tematik.

P
esaing utama SYL pada Pilgub Sulsel 2013 ini telah mencapai tahapan serius untuk menempuh berbagai cara-cara kalap dan brutal melancarkan kampanye hitam. Mereka memilih menjelek-jelekkan SYL untuk meraih simpati rakyat Sulsel, ketimbang membuat kebaikan-kebaikan dan kedamaian.
Damai itu lebih baik.

Maqbul Halim
Selengkapnya >>

Minggu, 22 Januari 2012

Kader Golkar: Syariat Islam Makin Dekat

Makassar, 22 Januari 2012

Tribun Digital kembali mengulas AQM dan KPPSI. Kali ini, ulasannya lebih tajam dan cenderung merangkum berbagai komentar. Berikut ini adalah kutipan gambar dari wajah halaman depan Tribun Timur Digital yang dikeluarkan pada Minggu, 22 Januari 2012.













Sumber:
http://makassar.tribunnews.com/digital/index.php?hal=0
ASkses: tanggal 22 Januari 2012
Selengkapnya >>

Minggu, 15 Januari 2012

Don’t Stop Komandan

Home » Opini dan Interaktif » Opini
Rabu, 11 Januari 2012 | 23:34:49 WITA | 333 HITS
Oleh: H.A.B. Amiruddin Maula
(Pemerhati Hukum dan Pemerintahan)


Kalau SYL diminta oleh masyarakat untuk tidak berhenti berkarya dan terus menjadi leader sekaligus sebagai komandan bagi seluruh elemen masyarakat Sulawesi Selatan dalam menakhodai pemerintahan, memajukan pembangunan, dan melanjutkan ikhtiar peningkatan kesejahteraan rakyat sebagai suatu kebajikan, maka hal itu adalah sangat pantas, bahkan wajib kita dukung.

Berhubung lampu merah (traffic light) pada salah satu perapatan di Jalan A.P.Petta Rani telah menyala, maka saya pun menghentikan kendaraan, namun seketika cucu saya yang masih mengenakan seragam Pendidikan Anak Usia Dini, menudingkan telunjuknya sambil berucap setengah berteriak ”dont stop komandan”, lalu menunjuk stiker besar yang tertempel di kaca belakang mobil yang juga berhenti di depan mobil saya. Ternyata cucu saya yang belum tahu membaca, dapat mengenali simbol-simbol politik dalam stiker itu.

Artinya komunikasi politik yang ditampilkan lewat media stiker ternyata memang efektif menarik perhatian sehingga mudah dikenali dan dimengerti oleh masyarakat sungguhpun bagi mereka yang tidak tahu membaca.

Komunikasi politik yang dilakukan lewat stiker, spanduk, pamflet atau baliho, disebut oleh pakar komunikasi sebagai iklan politik yaitu suatu strategi political marketing yang diadopsi dari istilah marketing (pemasaran) di bidang ekonomi. Sifatnya memang tidak jauh beda kepentingannya dengan pemasaran produksi barang dan jasa.

Menurut Prof.Anwar Arifin (pakar komunikasi politik) bahwa dalam politik, penting dilakukan promosi produk politik secara interpersonal communication baik melalui media selebaran, folder, spanduk atau baliho, maupun media massa, media sosial dan media interaktif (internet).

Disinilah yang memunculkan persamaan antara promosi produk barang dan jasa dalam bidang ekonomi, dengan promosi produk politik dalam political marketing, oleh karena selain memperkenalkan produk politik dan figur politisi yang diusung sebagai kandidat, juga bertujuan untuk menarik dan memikat konsumen atau konstituennya untuk ”membeli” atau memilihnya.

Budaya Memilih

Terhadap negara demokrasi, promosi atau iklan politik dalam political marketing telah menjadi budaya politik para politisi dalam melancarkan komunikasi politik untuk memperebutkan jabatan publik dalam supremasi kekuasaan. Sungguhpun demikian memang terdapat kontroversi di kalangan intelektual tentang penerapan prinsip-prinsip pemasaran produk, dalam komunikasi politik, terutama yang menyangkut etika dan moralitas dalam aplikasi political marketing, yang dikhawatirkan akan terjadinya praktik manipulasi informasi yang dapat mereduksi arti berpolitik itu sendiri.

Salah satu ciri negara demokrasi modern adalah pelibatan rakyat dalam menentukan pemimpinnya. Pelibatan itu dapat berupa pelibatan langsung melalui penyelenggaraan pemilihan umum, dan dapat pula berupa pelibatan secara tidak langsung melalui perwakilan oleh para anggota badan perwakilan rakyat yang juga sebagai hasil pemilihan umum oleh rakyat negara bersangkutan. Itulah sebabnya Indonesia sebagai negara demokrasi mengembangkan budaya memilih sebagai bentuk pelibatan publik dalam menentukan pemimpinnya dan menentukan siapa-siapa yang akan duduk pada dewan perwakilan rakyat untuk mewakili rakyat dalam kepentingan penyelenggaraan negara berdasarkan konstitusi. Sejak diterapkannya sistem pemilihan langsung presiden/wakil presiden, dan pemilihan langsung kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) serta pemilihan anggota-anggota legislatif (DPR/DPRD dan DPD) berdasarkan suara terbanyak, maka komunikasi politik melalui political marketing menjadi semakin berkembang dan semakin efektif. Dengan sistem ini, maka masyarakat tidak lagi sekadar memilih tanda gambar partai politik, tetapi juga telah memilih figur yang disodorkan sebagai produk dari suatu proses politik.

Budaya Instan

Seperti halnya daerah-daerah lainnya, Sulawesi Selatan pun termasuk daerah yang memiliki suasana dinamis dalam kehidupan berdemokrasi terutama setelah diundangkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang juga dikenal sebagai Undang-undang Otonomi Daerah, dimana rekrutmen kepala daerah dilakukan melalui pemilukada yang melibatkan rakyat secara langsung dalam memilih gubernur atau bupati/wali kota masing masing. Akibatnya di berbagai pelosok kota sampai ke desa-desa, banyak ditemukan spanduk, pamplet dan baliho yang berisi iklan politik sebagai media sosialisasi politik, yang dikemas dalam bentuk ucapan selamat hari raya, hari jadi, atau hari-hari nasional disertai dengan foto dan nama ”figur” dalam ukuran besar yang mendadak mempromosikan diri sebagai calon gubernur, bupati atau wali kota yang sedang dijelang, dengan tagline janji-janji yang memikat.

Iklan politik seperti ini telah melahirkan budaya instan yang dapat membahayakan praktik demokrasi itu sendiri. Oleh karena berpotensi mendorong lahirnya pasar gelap (black market) dalam bentuk politik transaksional atau ”jual beli suara” yang dikenal sebagai ”politik uang” (money politics).

Dalam budaya masyarakat Sulawesi Selatan yang berakar pada nilai-nilai kearifan lokal, jabatan dipandang sebagai suatu amanah yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan harus dipertanggungjawakan bukan hanya terhadap rakyat sebagai pemberi amanah tetapi juga terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebagai zat yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna, sehingga harus diperoleh dengan cara-cara terhormat.

Dalam pandangan budaya masyarakat Bugis-Makassar, mempromosikan diri untuk suatu jabatan adalah tindakan puji ale (memuji diri sendiri) apalagi bila hal itu disertai dengan melecehkan pihak lain, maka itu adalah sikap tercelah oleh adat, sehingga dalam paseng (pesan leluhur) dikatakan bahwa, jangan memilih seseorang sebagai pemimpin dari dua golongan, yaitu mereka yang tidak mau dan dari mereka yang terlalu mau.

Luar Biasa
Terkait baliho atau stiker Don’t Stop Komandan dengan tampilan foto Dr.Syahrul Yasin Limpo yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Sulsel, menarik memang diperbincangkan oleh karena kalimat itu menyiratkan harapan agar Pak Syahrul tidak berhenti berkarya.

Kalimat itu sangat tepat diperhadapkan pada aktivitasnya dalam menjalankan amanah sebagai gubernur terpilih dalam pilgub tahun 2007 yang lalu, oleh karena masyarakat daerah ini sungguh telah melihat dan merasakan prestasi kerjanya yang mengedepankan karya nyata dan kerja keras, sehingga tidak hanya berhasil mendongkrak kesejahteraan masyarakat dengan parameter pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 8,5 persen pertahun dalam empat tahun kepemimpinannya, tetapi juga telah memberikan icon kebanggaan bagi daerah dan masyarakat Sulawesi Selatan dengan meraih 152 penghargaan tingkat nasional di segala bidang.

Artinya secara rata-rata selama 4 tahun kepemimpinan Pak Syahrul sebagai Gubernur Sulawesi Selatan telah berhasil meraih penghargaan tingkat nasional dalam setiap 9 hari kalender. Prestasi ini luar biasa, yang baru pertama kali terjadi dan hanya Sulsel satu-satunya daerah otonom yang mampu meraih prestasi sebesar itu.

Istimewanya lagi, karena secara figur beliau pada tahun 2011 telah dinobatkan sebagai salah satu putra terbaik bangsa dengan dianugrahi Bintang Maha Putra Utama, yang hanya diperoleh oleh sangat sedikit dari jumlah yang tidak banyak orang berprestasi terbaik di negeri ini. Jadi kalau Pak SYL diminta oleh masyarakat untuk tidak berhenti berkarya dan terus menjadi leader sekaligus sebagai komandan bagi seluruh elemen masyarakat Sulawesi Selatan dalam menakhodai pemerintahan, memajukan pembangunan, dan melanjutkan ikhtiar peningkatan kesejahteraan rakyat sebagai suatu kebajikan, maka hal itu adalah sangat pantas, bahkan wajib kita dukung.

Sumber: http://www.fajar.co.id/read-20120110233449-don%E2%80%99t-stop-komandan
Akses: 15 Jan 2012
Selengkapnya >>

Rabu, 11 Januari 2012

Makassar Menuju Kota Dunia: Retorika Kosong yang Narsis

MAYSIR YULANWAR  
29 SEP 2011  

UTAMA Akhir-akhir ini, kalimat “Makassar menuju kota dunia” semakin sering diucapkan wali kota dan ditulis di banyak media. Kalimat itu mulai berkembang menjadi “Makassar sudah mendapat pengakuan sebagai kota dunia” saat wali kota menghadiri dan kembali dari acara World Cities Summit di Singapura, pertengahan 2010 lalu.  

--Kota Makassar tampak dari laut Losari. Sudah pernah menjadi kota dunia.-- 

Seolah menjadi ‘jualan’, sebutan “Makassar menuju kota dunia” terus dihembuskan. Seperti di saat Minggu, 25 September 2011 lalu, saat memberi sambutan acara Dialog Gubernur Lemhanas Prof Dr Budi Susilo Soepandji dengan Tokoh Masyarakat Sulsel di Baruga Angin Mamiri, Jl Penghibur, Makassar, wali kota memaparkan visi dan misi Kota Makassar, yakni 

“Terwujudnya Kota Dunia Berlandaskan Kearifan Lokal dan menjadikan Kota Anging Mamiri ini sebagai Living Room”. 

Namun, tidak jelas bagaimana cara mewujudkannya, apa dan bagaimana itu kearifan lokal, dan sejauh mana visi-misi itu dijalankan? 

"100 tahun pun tidak akan tercapai, jika kelebihan potensi alam yang dimiliki ditangani oleh pemerintahan yang korup, lembek dan suka mempolitisasi keadaan" 

Kenyataannya? Visi dan misi itu terkesan narsis belaka. Tak ubahnya retorika kosong, seperti bungkusan yang hanya berisi kotoran. Tercatat, Makassar hingga sekarang masuk sebagai kota kotor di Indonesia (selama 4 kali berturut-turut gagal meraih piala Adipura); Kota Makassar mengukir ‘prestasi’ sebagai salah satu kota dengan pelayanan terburuk di Indonesia; Kota Makassar masuk 5 besar sebagai kota termacet dan semrawut di Indonesia; dan –yang paling tercatat baik- di HUT-nya yang ke-403, pemkot ‘berhasil’ menjadikan Makassar sebagai kota terkorup keempat se-Indonesia (2010), seperti yang dilaporkan Transparency International Indonesia (TII), ‘naik’ peringkat yang sebelumnya (2009) berada di urutan 33 terkorup dari 50 kota. 

Kembalikan Menjadi Kota Dunia

Sungai Jeneberang. Saksi bisu keramaian perdagangan internasional di Benteng Somba Opu.

--Sungai Jeneberang. Saksi bisu keramaian perdagangan internasional di Benteng Somba Opu.-- 

Berbicara tentang kota dunia, Makassar sebenarnya sudah menjadi kota dunia jauh sebelum Singapura dan kota-kota besar lainnya di Asia, apalagi Indonesia. 

 Di seminar “Mengkaji Ulang Sejarah Kelahiran Makassar”, di Hotel Sahid Makassar, 27 Nopember 1999, para pakar sejarah dan budayawan sepakat hari kelahiran Kota Makassar jatuh pada 9 November 1607. Alasannya, itu momentum kearifan sekaligus keberanian Raja Gowa dan Tallo menjadikan Makassar sebagai kota dunia dengan menerima siapapun beraktivitas di kota tersebut, tanpa melihat suku, agama dan kebangsaan. Saat itu Makassar dianggap telah menjelma menjadi kota plural yang maju, sebuah ciri kota yang beradab. Merujuk alasan ini, setiap 9 November datang, yang kita rayakan adalah Makassar (sebagai) kota dunia. 

Lalu untuk apa Makassar menuju kota dunia, bukankah sudah dialaminya sejak 4 abad yang lalu? Makassar sudah lama dikenal, diakui dan dikagumi dalam percaturan dunia. Yang tepat, dan menjadi tantangan kita bersama adalah, Makassar harus DIKEMBALIKAN menjadi kota dunia dan merebut kembali kejayaan itu. Bukan menuju! 

Caranya? Ada pada pemimpinnya. Makassar membutuhkan pemimpin yang 1) harus bisa memberi contoh/teladan, berani tapi jujur; 2) harus bisa terbuka tapi disiplin; 3) harus bisa menegakkan aturan/hukum secara tegas dan konsisten. Singkatnya, pemimpin yang Makassar dambakan adalah teladan, terbuka, dan tegas. 

Ole-ole dari Singapura harusnya membawa ketiga pelajaran ini. Jangan terpesona apa yang dimiliki Singapura sekarang, tapi tanyakan dan selami bagaimana keras dan tegasnya seorang Lee Kuan Yew dalam mendidik dan membangun Singapura. Seorang Lee tidak pernah mengeluh apalagi menyalahkan masyarakatnya, yang ketika itu masih sering membuang sampah sembarangan, tidak disiplin, tidak patuh. 

Sebagai pemimpin, yang ia tekankan adalah dirinya. Ia irit bicara, apalagi berjanji. Meski dikenal otoriter yang agnostik, tapi ia tipe pemimpin yang amanah. 

“Satu-satunya sumber daya alam Singapura adalah rakyat saya,” katanya. 

Ia terus bekerja untuk rakyatnya tanpa istilah dan slogan muluk-muluk. Dalam bukunya “From Third World to First: The Singapore Story” Lee menulis: “Saya lebih suka ditakuti daripada disayangi rakyat.” Sangat tidak populis, tapi terbukti. Hampir semua yang terbaik melekat pada Singapura.

Pintu utama Benteng Somba Opu. Bayangkan hiruk pikuk pasar dan lalu-lalang para pendatang di lokasi ini.
--Pintu utama Benteng Somba Opu. Bayangkan hiruk pikuk pasar dan lalu-lalang para pendatang di lokasi ini.-- 

Memang berlebihan membandingkan seorang Lee yang memimpin (negara) Singapura selama 31 tahun dengan seorang wali kota yang berkuasa hanya 5 -10 tahun. Tapi agaknya berlebihan juga (takabur?) jika belum apa-apa sudah mengatakan Makassar bisa sejajar seperti Singapura 10 tahun akan datang, seperti yang diungkapkan Danny Pomanto, konsultan tata ruang Makassar. 

“Apa yang dimiliki Singapura dulu itu juga ada di Kota Makassar. Bahkan, tidak sedikit potensi kami justru jauh lebih baik,” katanya (Sindo, 4/7/2010). 

Ini jelas omong kosong. 100 tahun pun tidak akan tercapai, jika kelebihan potensi alam yang dimiliki ditangani oleh pemerintahan yang korup, lembek dan suka mempolitisasi keadaan. Yang ada hanya dominasi dan eksploitasi. 

Singapura tidak punya keunggulan daya alam, tapi bisa tampil sebagai yang terbaik. Yang mereka punya, seperti yang diungkap Lee hanya rakyat dan –tentu saja- dirinya, pemimpin sederhana yang tegas dan keras pada penegakan hukum dan aturan yang ia buat. Sekarang, lihatlah Makassar. Apa saja yang direncanakan dan dibangun selalu bermasalah. 5 keunggulan Makassar yang dipresentasikan Danny Pomanto di Balai Kota (hasil World Cities Summit 2010 di Singapura), yakni 48% ruang Makassar yang masih kosong, pantai kelas dunia sepanjang 35 km dan sunsetnya, Energy Centre, CPI, dan PPI, semua masih di atas kertas –dan rata-rata bermasalah. Pemaparan Danny ternyata bukan sesuatu yang sudah berhasil dikerjakan dan diselesaikan dengan baik. Bukan sesuatu yang sifatnya mendasar, seperti jaminan keamanan dan kenyamanan usaha, jaminan pemerintahan yang bersih dari korup dan pungutan liar, dan jaminan ketegasan regulasi yang terbuka dan bertanggung jawab. Makassar sebagai (salah satu) kota termacet. Jauh dari nyaman.
--Makassar sebagai (salah satu) kota termacet. Jauh dari nyaman.-- Keunggulan Makassar 4 abad yang lalu, yang menghantarnya menjadi kota dunia, adalah peran pemimpin yang meletakkan Makassar dalam kondisi kota yang paling terbuka, teraman (semua etnik dan agama diterima secara damai), nyaman, aturan ditegakkan secara tegas, dan pemerintahan dijalankan secara bersih dan amanah. Makassar sebagai serambi Madinah bukanlah kiasan belaka. Islam dan ajarannya menjadikan Makassar bersinar hingga melampaui Eropa bahkan sejagat Asia ketika itu. Sayang, kenyataan sejarah ini tidak menjadikan mereka percaya diri. Pulang dari Singapura, dengan entengnya Danny berkata “Kami ini tidak punya uang untuk menggerakkan potensi kami. Karena itu, kami butuh uang, dan tentu itu adalah kapitalisme (Sindo, 6/7/2010). Kapitalisme? Makassar menjadi kota dunia, dibangun oleh Raja Gowa-Tallo dengan kemuliaan ajaran Islam, bukan dengan kapitalis. Sangat disayangkan, di era sekarang, dimana pilar-pilar kapitalis pada bertumbangan, dan mulai melirik Islam, di kepala konsultan kota (dan wali kota) justru kapitalis. Sekadar contoh, Jakarta yang dijalankan murni kapitalis, kini terseok dalam kubangan ‘abadi’: banjir dan kemacetan. Sebagai kota termacet ketiga di dunia, Jakarta membukukan diri sebagai salah satu kota yang paling tidak nyaman dihuni. Jakarta adalah produk kapitalis dari pemerintahan yang korup, yang lebih mementingkan kepentingan sesaat dengan melancarkan usaha para pemodal kuat tanpa memperhitungkan dampak jangka panjang bagi kehidupan masyarakat secara luas. Tata ruang wilayah Jakarta amburadul. Jakarta menjadi kota yang patut ditinggalkan –dilupakan. "Kini Makassar berubah menjadi kota tak terkendali. Kota yang telah tercabut roh kearifannya. Kearifan moril dan estetika" Program ‘Makassar Bersih’, hanya slogan kosong. Makassar termasuk kota terkotor di Indonesia.
--Program ‘Makassar Bersih’, hanya slogan kosong. Makassar termasuk kota terkotor di Indonesia.-- Seperti Makassar yang memiliki garis pantai sepanjang 35 km, Jakarta Utara pun demikian. Sepanjang 32 kilometer, dari Cilincing di Timur hingga Penjaringan di barat, wajah Jakarta Utara akan berubah drastis oleh rencana reklamasi. Ironinya, kawasan sepanjang 32 kilometer itu sudah dikapling-kapling oleh tujuh perusahaan, yang tentunya, dengan semangat kapitalisme tadi, pemerintah sudah memberi izin rencana reklamasi itu. Apa yang terjadi? Akibat kepemilikan swasta tersebut –kebanyakan mendapat izin di era Orde Baru- membuat akses publik ke pantai terbatas. Sementara itu, Teluk Jakarta semakin tercemar. Bau busuk yang menyengat menjadi santapan harian. Kajian Amdal yang kolutif, yang selalu memuaskan kepentingan pemodal, siap menenggelamkan penduduk Jakarta Utara yang posisinya lebih rendah dari daratan hasil reklamasi. Inikah yang Danny dan wali kota inginkan terjadi di Makassar? Sayup terdengar suara iya. Mengingat bagaimana macet dan semrawutnya Makassar sekarang. Hendak menjadikan Makassar sebagai Jakarta berikutnya, pak wali? Lupakan Kota Dunia
Intinya adalah, ambil hikmah dari pertemuan di Singapura itu. Tatap baik-baik Makassar, lalu intropeksi diri. Berhentilah membuat statement yang meledak-ledak tapi kosong. Terlalu banyak rencana besar yang dibuat, tapi yang sedang dikerjakan belum juga bisa diselesaikan, malah tak sedikit tersandung hukum. Karebosi? Kasihan Karebosi. Ini adalah kecelakaan sejarah yang dibuat wali kota. Lupakan kota dunia. Itu hanya istilah kosong. Yang masyarakat butuhkan adalah kualitas, bukan istilah. Masih sangat banyak yang pemerintah harus benahi di kota ini. Saya tidak usah mengurainya. Terlalu panjang. Cukup hayati ketiga poin di atas. Tanpa itu, semua rencana, sasaran dan target pemerintah kota akan berakhir kandas. Justru akan merusak tatanan kota. Pengemis di jalan-jalan kota. Pemandangan biasa. Lokasi ini tak jauh dari rujab wali kota.
--Pengemis di jalan-jalan kota. Pemandangan biasa. Lokasi ini tak jauh dari rujab wali kota.-- Dari koran saya mengetahui, konsultan dunia siap rancang master plan Kota Makassar. Juga, konsep tata ruang Makassar disayembarakan. Saya tegaskan, ini pemborosan. Terbukti, sampai saat ini sayembara-sayembaraan itu menguap entah kemana hasilnya. Makassar dari era Patompo sudah ada master plan-nya. Dibuat oleh pakar tata kota dari Amerika. Yang Makassar butuhkan sekali lagi adalah ketegasan dan konsistensi pemerintah terhadap master plan itu. Kenyataannya? Tanah Makassar menjadi ajang penawaran bagi kaum pemodal. Bangun sana, bangun sini, tanpa memikirkan dampaknya. Amdal dibuat saat proyek pembangunan berlangsung. Master Plan kota dilanggar habis-habisan, lalu dibuat penyesuaiannya lagi. Dianggarkan kembali. Setelah jadi, dilanggar lagi. Begitu seterusnya. Save Our Losari
Di saat Presiden Megawati mencanangkan ‘Save Our Losari’ sebagai pembuka jalan proyek revitalisasi Pantai Losari, 11 September 2004, saya menggaris bawahi kata ‘Save’ itu dengan tinta kegembiraan yang tebal; mengikuti kelanjutannya bulan demi bulan hingga detik ini. Hasilnya, entah apa yang diselamatkan di sana? Sebagai masyarakat awam, saya bertanya, sebenarnya apa yang paling urgent dan prioritas diselamatkan? Apakah lautnya yang kini tercemar akut oleh limbah merkuri, yang sebentar lagi menjadi septic tank raksasa? Apakah pantainya yang dari tahun ke tahun semakin dangkal akibat sedimentasi? Ataukah membangun anjungan untuk menghantam saudara kita yang terbaring sakit di Stella Maris dengan kebisingan yang ditimbulkannya? Atau apakah menumpuk pembangunan fisik di Pantai Losari agar dikatakan kota modern lalu berhore inilah kota dunia? Penimbunan pantai depan Fort Rotterdam. Semakin berkasus, semakin ngotot wali kota menimbunnya.
--Penimbunan pantai depan Fort Rotterdam. Semakin berkasus, semakin ngotot wali kota menimbunnya.-- Seiring waktu berjalan, di tengah pembangunan anjungan yang belum juga rampung; kemacetan yang ruwet di kawasan Pantai Losari semakin meningkat (efek leher botol terjadi dan menumpuk di depan Resto Ballezza hingga ke anjungan –dan kini kemacetan baru mulai terkonsentrasi di depan Kampong Popsa, tepat di muka Fort Rotterdam). Diperparah oleh ketidakwarasan pengelola kota yang menyediakan tempat berjoget dan bernyanyi lantang di depan saudara kita yang terbaring sakit di RS Stella Maris; semakin di luar batas akal sehat kita sebagai umat beragama. Ini sudah pelanggaran kemanusiaan. Ada keegoan kekuasaan dan ketamakan konsep dalam merencanakan kota dan mengelolanya. Di saat air laut Losari semakin tercemar dan mendangkal, dana pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebesar Rp300 miliar, terancam dikembalikan ke pusat (Fajar, 10/7/2010). Di sisi lain, revitalisasi Pantai Losari kembali terhambat karena alasan anggaran (Tribun, 4/5/2010). Sementara itu, di tengah hangatnya cerita Water Front City, perseorangan mulai berani kapling laut di Pantai Losari tanpa ditindak –CPI pun menjadi ajang pembalasan politik yang kekanak-kanakan. Ke semua ini adalah potret Makassar yang seutuhnya, yang dibungkus dengan istilah kota dunia. Kenyataan kota yang ironi. Wilayah air para nelayan Makassar ditimbun atas nama ‘kota dunia’. Inikah kearifan lokal itu?
--Kenyataan kota yang ironi. Wilayah air para nelayan Makassar ditimbun atas nama ‘kota dunia’. Inikah kearifan lokal itu?-- Kini Makassar berubah menjadi kota tak terkendali. Kota yang telah tercabut roh kearifannya. Kearifan moril dan estetika. Estetika berasal dari bahasa Yunani ‘aisthetis’ yang berarti kepekaan pengamatan (sense of perception). Kepekaan ini yang hilang. Yang ada hanya kepentingan-kepentingan sesaat berlabel komersialisasi yang dipermanis istilah kota dunia. “Sesuatu itu dikatakan indah bila tidak memberi pelemahan pada bentuk atau jenis dimana dia berada, terasa harmonisasi, serasi, selaras, dan jelas,” ungkap Aristoteles. Makassar telah kehilangan itu semua. [The V Team]
Sumber: Majalah VERSI http://www.majalahversi.com/artikel/makassar-menuju-kota-dunia-retorika-kosong-yang-narsis Akses: 11 Januari 2012
Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim