SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Minggu, 20 April 2014

Anak Panah Jatuh di Sungai










Mereka itu anak panah
Jika belantara perang sedang diam
mereka dionggok di kantong anak panah
Tidak berbahaya, tidak menakutkan
Bisa dipatahkan
Bisa disimpan saat empunya sedang sibuk di ranjang

Dalam suatu pesta malam, dan yang berbahaya sedang tenang, diam
Tak ada tentara yang memeriksa anak panahnya
Tapi di pinggangnya tetap terselip bilah pedang

Anak panah tidak pernah kembali ke busurnya
Sekali itulah mereka diluncurkan menukik pergi
Mendesis menembus angin melumat bentang
Menghajar, menubruk, menembus
Juga meleset, melenceng ditelan gravitasi, mungkin jatuh di sungai
Hanyut entah kemana dalam gelap malam
Setelah itu, mereka mungkin terbuang dalam waktu
Mereka entah dimana, ketika roti dan anggur sedang dibagikan di bawah tenda perang

Saat perang menisbahkan pemenang,
saat burung nazar berpesta di atas bangkai manusia,
Kavaleri pulang dengan kudanya
Infantri pulang dengan tombak dan pedangnya
Artileri pulang dengan meriamnya
Pemanah pulang dengan busurnya

Busur yang telah dilepas, tak dibawah pulang
Mereka bersama dengan tentara yang meregang sakit,
Mereka dibakar, dikubur massal bersama mayat-mayat
Mereka tidak dirawat seperti pedang, tombak, dan busur
Tidak juga sebagai pemantik dalam kisah sukses perang
Mereka tidak dicemaskan oleh majikan yang soleh, penglima yang adil, raja yang bijak

Mereka itu anak panah, bukan pedang. Bukan tombak.
Hubungan antara anak panah dan pemanah, berakhir saat anak panah dilepas dari busur
Itu pun tak ada garis yang tetap dan pasti.

Makassar, 20 April 2014
Selengkapnya >>

Sabtu, 05 April 2014

Memang Enak Pilih Maqbul Halim

Maqbul Halim, atau MH, mungkin bisa disebut orang yang ada apanya, sekaligus juga apa adanya. Dia bukan orang idealis, bukan juga orang yang betul-betul jahat. Yang pasti, dia adalah orang calon anggota legislatif (caleg) Partai Golkar (5) untuk DPRD Sulsel, dapil Sulsel2 nomor urut 5.

Tidak banyak yang bisa diharapkan dari Alumni Komunikasi Universitas Hasanuddin 1999 ini. Tapi, dia bisa memberi harapan. Juga, dia bukan alat pemuas orang banyak, tapi bisa memberi kepuasan.

Di DPD Golkar Sulsel, Maqbul juga bukan orang yang sangat penting, atau penting. Yang mungkin paling betul adalah, bisa jadi justru mementingkan diri, bukannya orang penting. Kalau Makcbulatov, nama rusak Maqbul Halim saat masih aktif kuliah di Kampus Merah Unhas Tamalanrea, adalah seorang calon legislatif, tentu kita bertanya, apa enaknya memilih Maqbul Halim?

Pertama, Maqbul itu murah senyum. Senyumnya sangat melimpah saat-saat seperti sekarang ini, saat pen-caleg-annya sedang membara. Semoga dia tidak terus-terusan tersenyum, sekalipun sudah lewat tanggal 9 April 2014 nanti, atau saat ia menyendiri tapi masih tetap tersenyum.

Kedua, Maqbul itu selalu berusaha rapi dan teratur. Lihat sendirilah orangnya, jika anda punya kesempatan. Ia kerap terlihat kacau, juga tidak beraturan. Nah, saat ia kacau, tidak teratur, itulah saat yang berkesan bergabung bersama Maqbul.

Ketiga, bagi Maqbul, semua orang yang ada di hadapannya diperlakukan sebagai bangsawan. Ia sudah fasih memanggil semua orang yang dikenalnya dengan sapaan gelar bangsawan Bugis, ANDI. "Bagamana kabar Bu Andi?" atau "Dari mana Pak Andi?" adalah sapaan renyah yang mudah meluncur dari mulut ayah empat anak ini. Nah, Anda yang ingin diakui sebagai bangsawan, bergabunglah bersama Maqbul, Anda menjadi bangsawan tanpa biaya.

Keempat, Maqbul itu orangnya kerap tidak logis, dan akhirnya menjadi lucu. Ia bisa melucu pada saat-saat tertentu. Tetapi yang kerap terlihat, Maqbul justru lebih banyak terlihat lucu dari pada melucu. Andaikan Maqbul tidak sarjana, dia sebaiknya adalah seorang pelawak. Meski disayangkan, wajahnya sudah lewat usia untuk dilawaki.

Kelima, entah apa saya mau bilang apa lagi.

Keenam, sudah dulu ya.

Ketujuh, wassalam

(anonymous)
Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim