SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Jumat, 04 September 2015

Saya Beriklan, karena itu Saya Ada

Sumber Gambar: http://www.lensaindonesia.com/

Tekanan yang paling sulit dan berat dialami oleh orang-orang yang tidak ikhlas adalah ketika kebaikan dan kesalehan dirinya tidak diketahui orang lain. Mereka telah kerahkan seluruh daya dan tenaganya untuk berbuat kebaikan. Mereka juga menunda kesenangan diri mereka agar terlihat saleh dan alim.

Pada saat yang sama, orang banyak ternyata tidak mengetahuinya. “Orang banyak” ini dapat diistilahkan dengan kata “publik”. Istilah populernya dalam Bahasa Indonesia adalah “masyarakat”.

Di sini letak krusialnya, kerap masyarakat tidak mengetahui perbuatan baik itu siapa gerangan. Orang-orang yang berbuat baik ini pun tergiring ke situasi dimana mereka berada di bawah tekanan jiwa. Mereka mengalami stres, keadaaan jiwa yang tidak normal.

Kita contohkan saja Petta Congkang, nama rekaan untuk cerita ini. Pada tingkatan yang lebih gila, Petta Congkang yang stres ini bisa saja lantang menyalahkan publik. Menyalahkan masyarakat. Karena dari kebaikan Petta Congkang lah masyarakat menjadi terbantu, mendapatkan manfaat. Tapi masyarakat tidak tahu diri karena tidak berterima kasi pada Petta Congkang.

Baiklah. Kalau masyarakat tidak berterima kasih atas kebaikan itu, setidaknya masyarakat mengetahui siapa yang menyumbang! Siapa yang berbuat sehingga masyarakat terbantu? Tapi ini pun tidak terjadi. Tak satu pun masyarakat yang tahu bawa bola lampu jalan yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada malam hari itu, misalnya, dibeli sendiri oleh Petta Congkang dengan uangnya sendiri.

Di sinilah Petta Congkang tidak bisa memahami. Petta Congkang putus asa berkelakuan baik. Dia kelelahan tampil saleh dan a-gamis namun masyarakat tetap mempersepsinya sebagai orang lazim. Kita tidak tahu apakah kemudian Petta Congkang ini memutuskan untuk pergi dari kebaikan, dari kesalehan, dari kealiman.

Tapi perkaranya adalah kenapa juga Petta Congkang memaksakan diri jadi baik, peduli, alim dan saleh kalau memang bukan kebiasaan? Ya, kalau memang itu bukan karakter dirinya!

Jika Petta Congkang ingin diketahui oleh masyarakat bahwa dirinya orang baik, orang peduli, orang saleh, orang alim, mestinya tidak dengan cara berbuat baik/menolong. Bukan dengan cara bersikap peduli. Bukan dengan cara berkelakuan saleh dan alim.

Petta Congkang ini bukan “Homo Marketing” (manusia pemasaran). Bukankah bisa dilakukan secara efektif dengan beriklan. Dengan beriklan, kita bisa disebut dermawan tanpa perlu royal menyumbang. Dengan beriklan, kita bisa dikenal orang baik tanpa berkelakuan baik. Tanpa menjadi orang alim dan saleh, kita akan dikenal sebagai orang a-gamis/religius.

Berpidato itu adalah iklan. Menasihati itu adalah iklah. Men-taushiah itu adalah iklan. Selalu bertasbih di depan publik itu adalah iklan.

Tampilkan sorbanmu di balik lampu Neon, di layar TV LED, maka masyarakat/ummat akan mengagumimu. Karena sinar Neon dan LED adalah auramu yang sesungguhnya. Dan jangan lupa, bayar pajak dan retribusinya.

Saya beriklan, karena itu saya ada.



Makassar, 4 September 2015

Tidak ada komentar:

follow me @maqbulhalim